//

Hikmah Ibadah Haji (Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a.)

Hikmah Ibadah Haji 

(Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a.)

 
Seorang murid Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a. bernama asy-Syibli, setelah selesai melaksanakan ibadah haji, pergi menemuinya untuk menyampaikan padanya apa-apa yang dialaminya selama itu. Maka terjadilah percakapan di antara keduanya.

"Wahai Syibli, bukankah anda telah selesai mengerjakan ibadah haji … ?"
"Benar, wahai putra Rasulullah".
"Apakah anda telah berhenti di Miqat lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit yang terlarang bagi orang yang sedang mengerjakan haji dan kemudian mandi … ?"
"Ya, benar … ?"
"Adakah anda ketika berhenti di Miqat juga meneguhkan niat untuk berhenti dan menanggalkan semua pakaian maksiat dan, sebagai gantinya, mengenakan pakaian ta'at … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat menanggalkan semua pakaian yang terlarang itu, adakah anda menanggalkan dari diri anda semua sifat riya’, nifaq, serta segala yang diliputi syubhat … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika mandi dan membersihkan diri sebelum memulai ihram, adakah anda berniat mandi dan membersihkan diri dari segala pelanggaran dan dosa-dosa … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak berhenti di Miqat, tidak menanggalkan pakaian yang terjahit dan tidak pula mandi membersihkan diri … !"

Kemudian Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a. melanjutkan :
"Dan ketika mandi dan berihram serta mengucap niat untuk memasuki ibadah haji, adakah anda menetapkan niat untuk membersihkan diri dengan cahaya taubat yang tulus kepada Allah swt … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat niat berihram, adakah anda berniat mengharamkan atas diri anda segala yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika mulai mengikat diri dalam haji, adakah anda, pada waktu yang sama, melepaskan juga segala ikatan selain bagi Allah … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak membersihkan diri, tidak berihram, dan tidak pula mengikat diri dalam Haji … !"

Kemudian Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a melanjutkan :
"Bukankah anda telah memasuki Miqat, lalu solat Ihram dua rakaat, dan setelah itu mulai rukuk talbiah … ?"
"Ya, benar …"
"Apakah ketika memasuki Miqat anda meniatkannya sebagai ziarah menuju keridhaan Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika shalat Ihram dua rakaat, adakah anda berniat mendekatkan diri, bertaqarrub kepada Allah dengan mengerjakan suatu amal yang paling utama di antara segala macam amal, shalat yang juga merupakan kebaikan yang di antara kebaikan-kebaikan yang dikerjakan hamba-hamba Allah swt … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak memasuki Miqat, tidak bertalbiah, dan tidak shalat Ihram dua rakaat … !"

Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a bertanya lagi :
"Apakah anda telah memasuki Masjidil Haram, dan memandang Ka’bah, serta shalat di sana … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika memasuki Masjidil Haram, adakah anda berniat mengharamkan atas diri anda, segala macam pergunjingan terhadap diri kaum muslimin … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika sampai di kota Makkah, adakah anda mengukuhkan niat untuk menjadikan Allah swt. sebagai satu-satunya tujuan … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak memasuki Masjidil Haram, tidak memandang Ka’bah, dan tidak pula bershalat di sana … !"

Dan beliau melanjutkan lagi :
"Apakah anda telah bertawaf mengeliling Ka’bah. Baitullah, dan telah menyentuh rukun-rukunnya … ?"
"Ya …"
"Pada saat bertawaf, adakah anda berniat berjalan dan berlari menuju keridhaan Allah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan tersembunyi … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak bertawaf mengelilingi Baitullah, dan tidak menyentuh rukun-rukunnya".

Dan beliau melanjutkan pertanyaannya :
"Dan apakah anda telah berjabatan (bersalam tangan) dengan Hajar Aswad, dan berdiri serta bershalat di tempat Maqam Ibrahim … ?"
"Ya … !"
Mendengar jawaban itu, Ali Zainal Abidin tiba-tiba berteriak, menangis dan meratap, dengan suara merawankan hati seperti hendak meninggalkan hidup ini, seraya berucap :
"Oh … Oh … Barangsiapa berjabat tangan dengan Hajar Aswad, seakan-akan ia berjabatan tangan dengan Allah swt.! Oleh karena itu, ingatlah baik-baik, wahai insan yang merana dan sengsara, janganlah sekali-kali berbuat sesuatu yang menyebabkan engkau kehilangan kemuliaan agung yang telah kau capai, dan membatalkan kehormatan itu dengan pembangkanganmu terhadap Allah dan mengerjakan yang diharamkanNya, sebagaimana dilakukan oleh mereka yang bergelimang dalam dosa-dosa … !"

Kemudian beliau berkata lagi :
"Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, adakah anda mengukuhkan niat untuk tetap berdiri di atas jalan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan jauh-jauh segala maksiat … ?"
"Tidak …”
“Dan ketika shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim adakah anda berniat mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. dalam shalat beliau, serta menentang segala bisikan syaitan …?”
“Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak berjabat tangan dengan Hajar Aswad, tidak berdiri di Maqam Ibrahim, dan tidak pula shalat dua rakaat di dalamnya …"

Dan beliau melanjutkan lagi :
"Apakah anda telah mendatangi dan memandangi telaga Zamzam dan minum airnya … ?"
"Ya …"
"Apakah anda, pada saat memandangnya berniat menujukan pandangan anda kepada semua bentuk kepatuhan kepada Allah, serta memejamkan mata terhadap setiap maksiat kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak memandanginya dan tidak pula minum airnya … !"

Selaujutnya beliau bertanya lagi :
"Apakah anda telah mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, dan berjalan pulang pergi antara kedua bukit itu … ?"
"Ya ... benar …"
"Dan pada saat-saat itu, anda menempatkan diri anda di antara harapan akan rahmat Allah dan ketakutan menghadapi azabNya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mengerjakan Sa’i dan tidak berjalan pulang-pergi antara keduanya … !"

Lalu beliau bertanya :
"Anda telah pergi ke Mina … ?"
"Ya …"
"Ketika itu, adakah anda menguatkan niat akan berusaha sungguh-sungguh agar semua orang selalu merasa aman dari gangguan lidah, hati, serta tangan anda sendiri … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda belum pergi ke Mina …! Dan anda telah berwuquf di Arafat …? Mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta menghadapkan doa-doa kepada Allah swt. di bukit-bukit as-Shakharaat … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika berdiri wuquf di Arafat, adakah anda dalam kesempatan itu, benar-benar menghayati ma’rifat akan kebesaran Allah swt. serta mendalami pengetahuan tentang hakikat ilmu yang akan menghantarkanmu kepadaNya … ? Dan apakah ketika itu anda menyadari benar-benar betapa Allah Yang Maha Mengetahui meliputi segala perbuatan, perasaan, serta kata-kata hati sanubari anda … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika mendaki Jabal Rahmah, adakah anda sepenuhnya mendambakan rahmah Allah bagi setiap orang mukmin, serta mengharapkan bimbingan-Nya atas setiap orang muslim … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berada di Wadi Namirah, adakah anda berketetapan hati untuk tidak mengamarkan (memerintahkan) sesuatu yang ma’ruf, sebelum anda mengamarkannya pada diri anda sendiri …? Dan tidak melarang seseorang melakukan sesuatu, sebelum anda melarang diri sendiri … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika berdiri di bukit-bukit di sana, adakah anda menyadarkan diri bahwa tempat itu menjadi saksi atas segala kepatuhan pada Allah, dan mencatatnya bersama-sama para Malaikat pencatat, atas perintah Allah, Tuhan sekalian langit … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu anda tidak berwuquf di Arafat, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, dan tak pula berdoa di tempat-tempat itu … !"

Dan Ali Zainal Abidin bertanya lagi :
"Apakah anda telah melewati kedua bukit al-Alamain, dan mengerjakan dua rakaat shalat sebelumnya, dan setelah itu meneruskan perjalanan ke Muzdalifah; memungut batu-batu di sana, kemudian melewati Masy’arul’Haram … ?"
"Ya …"
"Dan ketika shalat dua rakaat, adakah anda meniatkannya sebagai shalat syukur, pada malam menjelang tanggal sepuluh Dzul-Hijjah, dengan mengharapkan tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala kemudahan … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika lewat di antara kedua bukit itu dengan sikap lurus tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, adakah anda saat itu meneguhkan niat untuk tidak bergeser (menyeleweng) dari Agama Islam, agama yang haq, baik ke arah kanan atau pun kiri, tidak dengan hatimu, tidak pula dengan lidahmu, atau pun dengan semua gerak-gerik anggota tubuhmu yang lain … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika menuju Muzdalifah, dan memungut batu-batu di sana, adakah anda berniat membuang jauh-jauh dari dirimu segala macam maksiat dan kejahilan terhadap Allah swt, dan sekaligus menguatkan hatimu untuk tetap mengejar ilmu dan amal yang diridhai Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika melewati al-Masy’arul-Haram, adakah anda mengisyaratkan kepada diri anda sendiri, agar bersyi’ar seperti orang-orang yang penuh takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak melewati ‘Alamain, tidak shalat dua rakaat, tidak berjalan ke Muzdalifah, tidak memungut batu-batu di sana, dan tidak pula lewat di Masy’ar-ul-Haram … !"

Dan beliau melanjutkan :
"Wahai Syibli, apakah anda telah mencapai Mina, melempar Jumrah, mencukur rambut, menyembelih kurban, bershalat di masjid Khaif; kemudian kembali ke Makkah dan mengerjakan tawaf Ifadhah (Ifadhah adalah berangkat dan betemu kembali dari sesuatu tempat ke tempat lainnya. Yang dimaksudkan di sini ialah thawaf yang dikerjakan setelah berangkat dan pulang dari ‘Arafat) … ?"
"Ya ... benar …"
"Ketika sampai di Mina, dan melempar Jumrah, adakah anda berketetapan hati bahwa anda kini telah sampai ke tujuan, dan bahwa Tuhanmu telah memenuhi untukmu segala hajatmu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat melempar Jumrah, adakah anda meniatkan dalam hati, bahwa dengan itu anda melempar musuh yang ramai , yaitu Iblis, serta memeranginya dengan disempurnakannya ibadah hajimu yang amat mulia itu … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat mencukur rambut, adakah anda berketetapan hati bahwa dengan itu anda telah mencukur dari dirimu segala kenistaan, dan bahwa anda telah keluar dari segala dosa-dosa seperti ketika baru lahir dari perut ibumu … ?"
"Tidak …"
"Dan ketika shalat di masjid Khaif, adakah anda berniat untuk tidak memiliki perasaan khauf (takut) kecuali kepada Allah swt. serta dosa-dosamu sendiri …? Dan bahwa anda tiada mengharapkan sesuatu kecuali rahmat Allah … ?"
"Tidak …"
"Dan pada saat memotong hewan kurban, adakah anda berniat memotong urat ketamakan dan kerakusan, dan berpegang pada sifat wara’ yang sesungguhnya … ? Dan bahwa anda mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang rela memotong leher putra kecintaannya, buah-hatinya dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi manusia sesudahnya, semata-mata demi mengikuti perintah Allah swt … ?"
"Tidak…"
"Dan ketika kembali ke Makkah, dan mengerjakan tawaf Ifadhah, adakah anda meniatkan berifadhah dari pusat rahmat Allah, kembali kepada kepatuhan terhadapNya, berpegang teguh pada kecintaan kepadaNya, menunaikan segala perintahNya, serta bertaqarrub selalu kepada-Nya … ?"
"Tidak …"
"Kalau begitu, anda tidak mencapai Mina, tidak melempar Jumrah, tidak mencukur rambut, tidak menyembelih kurban, tidak mengerjakan manasik, tidak bershalat di masjid Khaif, tidak bertawaf thawaful-Ifadhah, dan tidak pula mendekat kepada Tuhanmu … Kembalilah … Kembalilah … Sebab Anda sesungguhnya belum menunaikan haji Anda … !!"
  abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hikmah Ibadah Haji (Sayyidina Ali Zainal Abidin r.a.)"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip