//

HARAMNYA ABORSI ADALAH IJMÁ BUKAN BERDASARKAN USIA KANDUNGAN DAN JANIN

HARAMNYA ABORSI ADALAH IJMÁ BUKAN BERDASARKAN USIA KANDUNGAN DAN JANIN


Masalah Aborsi

Apabila Islam telah membolehkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena suatu alasan yang mengharuskan, maka di balik itu Islam tidak membenarkan menggugurkan kandungan apabila sudah terjadi. Pengguguran kandungan ini dikenal dengan abortus/aborsi. Imam Ghazali membedakan antara mencegah kehamilan dan pengguguran kandungan. Ia berkata, “Mencegah kehamilan tidak sama dengan pengguguran dan pembunuhan. Sebab apa yang disebut pembunuhan atau pengguguran, yaitu suatu tindak kriminal terhadap manusia yang sudah ujud, sedang ujudnya anak itu sendiri bertahap. Tahap pertama yaitu bersarangnya sperma dalam rahim dan bercampur dengan air perempuan dan dia siap menghadapi kehidupan. Merusaknya berarti suatu tindak kriminal. Jika sperma ini sudah menjadi darah, maka tindakan kriminal daalam hl ini lebih kejam. Jika telah ditiupnya roh dan sudah sempurna kejadiannya, maka tindak kriminal dalam soal ini lebih kejam lagi. Sikap paling keji dalam soal kriminal ini, ialah apabila si anak tersebut telah lahir dan dalam keadaan hidup.
Abortus menurut Sardikin Ginaputra adalah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin hidup di luar kandungan. Dan menurut Maryono Reksodipura adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Sedangkan obat telat bulan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menggugurkan kandungan dikenal juga dengan menstrual regulation, yaitu mengkonsumsi obat karena merasa terlambat menstruasi dan positif mulai mengandung dengan tujuan agar tidak terjadi kehamilan yang berkelanjutan.
Abortus (pengguguran) ada dua macam, yaitu:
  1. Abortus spontan (spontaneus abortus), yaitu abortus yang tidak disengaja. Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit tertentu seperti syphilis, atau akibat kecelakaan dan lain sebagaimya.
  2. Abortus yang disengaja (abortus provocatus/induced pro abortion). Aborsi macam ini terbagi kepada abortus artificialis therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Seperti kehamilan yang diteruskan bisa memabahayakan jiwa si calon ibu, karena si ibu tersebut memiliki penyakit-penyakit berat, seperti TBC yang berat dan penyakit ginjal dan lain sebagainya. Dan abartus provocatus criminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.
Mengkonsumsi obat telat bulan dengan tujuan menggugurkan kandungan yang disebut juga menstrual regulation pada hakikatnya adalah jenis aborustus provocatus criminalis karena pembunuhan janin secara terselubung. Karena itu, berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 299, 346, 348 dan 349 negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumannya cukup berap; bahkan hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun, tukang obat, dan sebagainya yang mengobati atau yang menyuruh atau yang membantu atau yang melakukannya sendiri.
Pasal 299 (1) KUHP dinyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru obat; pidananya dapat ditambah sepertiga. (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut; dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346 dinyatakan bahwa wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 (1) : “Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1): Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahaan yang tersebut Pasa 346, atau pun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan yang dilakukan.
Selain itu, ada 2 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini,
Pertama, Undang-undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
Kedua, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

Aborsi menurut Hukum Islam
Sebelum membahas mengenai boleh-tidaknya aborsi dilakukan, ada baiknya kita melihat bagaimana awal terjadinya kehamilan dalam perspektif ilmu kedokteran. Ketika terjadi hubungan seksual, kira-kira 200 juta sel sperma (spermatozoa) terpancar dari zakar laki-laki ke lubang vagina perempuan. Sel sperma tersebut -- yang dilindungi oleh cairan semen dari asam yang ada di vagina, berenang dengan ekornya, dan berusaha menembus ke dalam saluran telur melalui uterus (rahim). Dalam empat puluh menit perjalanannya, sebagian besar sel sperma mati. Bila ada satu sel sperma yang bertemu dengan ovum atau sel telur maka terjadilah konsepsi atau pembuahan. Pada saat itu, kepala spermatozoa berusaha masuk ke dalam ovum melalui permukaan luarnya. Jika ada sel sperma yang berhasil masuk, membran ovum berubah sehingga tidak bisa dimasuki oleh sel sperma yang lain. Sel baru yang baru terbentuk tersebut disebut zigot.
Beberapa jam setelah pembuahan, zigot mengalami pembelahan atau mitosis menjadi dua sel baru yang serupa. Kemudian, masing-masing sel membelah diri menjadi dua, empat, delapan, dan seterusnya sampai membentuk bola sel yang disebut morula. Setelah mengalami pembelahan berkali-kali, morula berubah menjadi bulatan berongga yang disebut blastosit. Kemudian, blastosit menanamkan diri ke dalam selaput lendir rahim, dan tumbuh menjadi janin (embrio). Sel yang membelah diri itu kemudian tumbuh berbeda. Sejumlah sel menjadi embrio, dan yang lain membentuk kantung yang mengelilingi embrio yang disebut korion (selaput luar embrio yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan pencari makanan) dan amnion (selaput ketuban atau selaput paling dalam yang mengelilingi janin sebelum kelahiran yang berisi cairan).
Dari 46 kromosom dalam diri kita -- 23 di antaranya berasal dari ayah dan 23 lainnya dari ibu, ada dua kromosom yang secara khusus menentukan jenis kelamin individu. Kedua kromosom ini disebut kromosom seks. Dalam diri perempuan, kromosom ini serupa, dan masing-masing disebut kromosom X sehingga kromosom seks dalam diri perempuan disebut XX. Akan tetapi, dalam diri laki-laki hanya ada satu kromosom X dan satu kromosom Y sehingga kromosom seks dalam diri laki-laki disebut XY. Oleh karena itu, seorang ayah bisa mewariskan kromosom X atau Y kepada anaknya, sementara seorang ibu hanya bisa mewariskan satu kromosom X. Sebuah sel sperma yang mengandung kromosom X kebetulan membuahi ovum maka akan terbentuk sel yang mengandung komplemen kromosom 46 + XX, dan bayi yang akan lahir nanti adalah perempuan. Sebaliknya, jika sel sperma yang membuahi itu mengandung kromosom Y, sel yang akan terbentuk mempunyai komplemen kromosom 46 + XY, dan bayi yang akan lahir nanti, insya Allah, laki-laki. Dengan demikian, faktor yang menentukan jenis kelamin bayi adalah jenis sel sperma yang membuahi.

Pengetahuan tentang embriologi (ilmu yang menguraikan tentang pembentukan, pertumbuhan pada tingkat permulaan, dan perkembangan embrio) baru diketahui oleh ilmuwan pada abad ketujuh belas karena penemuannya harus menunggu berbagai kemajuan luar biasa yang berpuncak pada kemampuan manusia untuk melihat kromosom-kromosom (dengan menggunakan mikroskop), dan menyelidiki peran yang dimainkannya. Akan tetapi, empat belas abad yang lampau Alquran secara tidak langsung sudah memberikan rujukan mengenai peranan faktor sperma dalam menentukan jenis kelamin. Alquran menyatakan, "Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah ia (pada mulanya) setetes nuthfah (sperma) yang ditumpahkan ke (dalam rahim)? Kemudian menjadi `alaqah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menciptakan sepasang laki-laki dan perempuan." (Q.S. 75: 36-39). Dalam ayat lain disebutkan, "Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan, dari setitik nuthfah apabila dipancarkan." (Q.S. 53: 45-46). Kedua ayat termaktub memberikan gambaran bahwa sperma laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin janin laki-laki atau perempuan karena hanya sperma dipancarkan oleh laki-laki ke dalam vagina perempuan.

Dalam perspektif hukum Islam klasik, aborsi masih merupakan kontroversi. Sebagian fukaha (ulama ahli hukum Islam) ada yang berpendapat bahwa melakukan aborsi berdosa kalau dilakukan sesudah masa kehamilan enam belas minggu karena ketika itu Allah sudah meniupkan roh kepada janin,sehingga dia hidup seperti manusia juga. Akan tetapi, kalau aborsi dilakukan sebelum itu, tidak berdosa. Dalil yang digunakan untuk menunjukkan kebolehan aborsi itu sebagai berikut. "Setiap orang di antaramu diciptakan dalam rahim ibunya dari setetes nuthfah selama empat puluh hari, lalu dia menjadi `alaqah selama (kurun) waktu yang sama, kemudian menjadi mudhghah selama kurun waktu yang sama juga, dan kemudian Allah mengutus malaikat datang kepadanya dengan membawa empat perintah. Sang malaikat itu diperintahkan untuk menuliskan rezeki, usia, amal perbuatan, dan akhirnya nasibnya bahagia atau sengsara, lantas meniupkan ruh kepadanya" (H.R. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas`ud). Dalam hadis lain disebutkan, 'Ketika nuthfah telah berusia empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat yang membentuknya, menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulangnya, lalu bertanya, "Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan?" (H.R. Muslim dari Hudzaifah bin Asid).
Kedua hadis di atas mempunyai variasi susunan kata-kata yang berbeda, tergantung kepada siapa yang meriwayatkannya. Tampaknya kebolehan melakukan aborsi berawal dari kedua hadis ini. Sebagian fukaha (ahli fikih) dulu memandang ditiupkannya roh sebagai bermakna permulaan kehidupan. Karena perempuan hamil tidak merasakan gerakan sebelumnya, maka janin itu pastilah "belum hidup". Demikianlah data yang dikemukakan oleh embriologi pada zaman para fukaha dulu. Hadis kedua dijadikan alasan membolehkan aborsi sebelum tujuh minggu masa kehamilan. Itulah waktu kunjungan malaikat yang diperkirakan dalam hadis tersebut, yaitu ketika janin berbentuk sesosok manusia.
Sedangkan pada zaman kita sekarang ini,dengan kemajuan peralatan medis maka kita mengetahui bahwa janin sudah hidup sejak awal, tetapi karena ukuran dan anggota badannya kecil, serta banyaknya cairan dalam kantong amniotik di sekitarnya maka sang ibu belum bisa merasakan gerakan-gerakannya. Hadis kedua juga tidak dapat dijadikan alasan kebolehan aborsi sebelum usia tujuh minggu masa kehamilan karena proses pembentukan manusia berawal jauh sebelum itu. Hassan Hathout berpendapat bahwa fase kehidupan seorang manusia yang pantas dikualifikasikan sebagai permulaan kehidupan harus menggabungkan semua kriteria sebagai berikut.
1. Ia harus berupa suatu kejadian yang jelas dan memiliki batasan yang gamblang yang secara aktual bisa disebut sebagai awal-mula kehidupan.
2. Ia harus memperlihatkan ciri utama kehidupan awal, yakni "pertumbuhan".
3. Jika pertumbuhan itu tidak terhambat, secara alami ia akan menuju pada tahap-tahap kehidupan berikutnya seperti fetus, neonatus, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, sampai mati.
4. Ia mengandung gen-gen khas yang dimiliki ras manusia pada umumnya dan juga yang unik dimiliki oleh seorang individu tertentu yang tak ada orang lain benar-benar menyerupainya, sejak zaman azali hingga zaman azali lagi.
5. Ia tidak didahului oleh fase lainnya yang menggabungkan semua karakteristik sebelumnya dari nomor 1 sampai 4.
Dengan menerapkan kriteria termaktub, kehidupan manusia berawal dari berpadunya spermatozoa dengan ovum yang disebut pembuahan atau konsepsi guna membentuk zigot. Zigot inilah yang mengandung 46 kromosom, separuh dari ibu dan separuh lagi dari ayah. Sperma atau ovum yang tidak dibuahi tidak memenuhi kriteria ini sekalipun keduanya hidup karena sel sperma dan ovum hanya memiliki setengah jumlah kromosom manusia, yaitu 23 kromosom. Oleh karena itu, pernyataan Gadis Arivia dalam "Etika Feminis dan Aborsi" menjadi tidak relevan dan terlalu menyederhanakan masalah ketika dia membandingkan terkonsepsinya janin sudah menjadi manusia adalah sama dengan durian sebelum ditanam sudah menjadi pohon durian (Kompas, 8 Oktober 2001). Kehidupan seorang manusia -- kendati masih berbentuk janin -- jauh lebih kompleks dari sekadar biji durian.

Imam al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumuddin mengatakan, "Keberadaan (manusia) memiliki tahapan-tahapan. Tahapan pertama adalah penempatan air mani dalam rahim dan campurannya dengan telur wanita. Kemudian siaplah ia menerima kehidupan. Mengusiknya adalah suatu kejahatan. Ketika ia berkembang lebih lanjut dan menjadi suatu gumpalan, menggugurkannya adalah suatu kejahatan yang lebih besar." (Lihat Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan: Isu-Isu Biomedis dalam Perspektif Islam, Mizan, Bandung, 1977, hlm. 113). Apa yang dikatakan oleh al-Ghazali tampaknya sesuai dengan etika kedokteran yang menyatakan bahwa "dokter wajib menghormati kehidupan manusia sejak saat pembuahan" (Deklarasi Jenewa 1948). Pembuahan adalah suatu masa pertemuan antara ovum dan spermatozoa, dan itulah permulaan kehidupan yang tidak teramati, tetapi dapat dirasakan oleh ibu melalui perubahan fisiologis tubuhnya.
Al-Ghazali tampaknya cukup piawai merumuskan bahwa kehidupan janin mulai dalam dua fase, yaitu fase kehidupan tak teramati yang ditandai oleh pertumbuhan diam-diam dan tengah menyiapkan diri untuk menerima roh, yang kemudian disusul oleh kehidupan yang bisa diamati, yang mulai dengan dirasakannya fase cepatnya gerak pertumbuhan oleh sang ibu. Kedua fase ini harus dihormati dan tidak boleh dilanggar. Dengan demikian, pengguguran kandungan adalah suatu bentuk pembunuhan. Padahal, ajaran Islam pada dasarnya sangat menghargai kehidupan manusia. Al-Quran menyebutkan bahwa tindakan seseorang baik positif maupun negatif, berkenaan dengan kehidupan itu selalu mempunyai dampak yang lebih luas yang bisa dirasakan bukan hanya oleh individu pelaku tindakan itu sendiri karena dampak itu akan menyangkut keseluruhan kemanusiaan. Dengan demikian, menghabisi jiwa seseorang bagaikan mengakhiri kehidupan masyarakat dan memelihara jiwa seseorang bagaikan memelihara kehidupan manusia seluruhnya (Q.S. 5: 32).
Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998:127-128) dalam bukunya Emansipasi Adakah dalam Islam menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh yaitu setelah 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Diantara ulama yang membolehkan adalah Muhammad Ramli dengan alasan karena janin belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Sedangkan ulama yang mengharamkan adalah Ibnu Hajar dan al-Ghazali bahkan Mahmud Syaltut,juga sebagian besar Ulama mereka beralasan bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman al-Baghadadi mengungkapkan bahwa pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 hari atau 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz). Pendapat ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulang belulang. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau (tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? “Maka Allah kemudian memberi keputusan...” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a).
Alasan dibolehkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh dikarenakan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri sebagai manusia. Selain itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azal (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Pendapat ini jangan dijadikan alasan bagi kaum wanita muda kita yang diakibatkan pergaulan bebas, mereka mengetahui tanda-tanda kehamilan dengan telat bulan dan kemudian mengkonsumsi obat telat bulan. Dengan tujuan tidak terjadi kehamilan di luar nikah. Tetapi harus memperhatikan hukum keharaman aborsi ini dalam firman Allah Swt:
ولا تقتلوا أولادكم خشية إملاق نحن نرزقهم وإياكم إنّ قتلهم كان خطأ كبيرا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, sebab Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepada mu” (QS. Al-Isra:31).
ولا تقتلوا النفس التى حرّم الله إلا بالحقّ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan, sebab Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS. Al-An’am:151).
Abu Fadl mengatakan bahwa janin dibawah 4 bulan dalam Islam mempunyai hak-hak yang harus diberikan oleh orangtuanya. Sehingga aborsi sebelum 4 bulan tetap diharamkan. Lebih lanjut beliau mengungkapkan hak-hak yang harus diberikan kepada janin.
Pertama, Hak untuk Hidup
Islam menetapkan bahwa janin memiliki hak untuk hidup. Hal ini diperkuat dengan kisah seorang wanita di zaman Rasul Saw yang melakukan perbuatan zina. Ketika ia minta diadili karena dirinya telah melakukan perbuatan haram tersebut. Namun Rasulullah Saw memerintahkan untuk menunda pelaksanaan hukumannya hingga ia melahirkan. Setelah wanita itu melahirkan kemudian ia kembali mendatangi Rasul, ketika itu Rasul menyuruhnya untuk memberikan air susu ibu yang menjadi hak bayi itu sampai 2 tahun penyapihan. Setelah itu baru Rasul dapat memperlakukan hukuman atas dirinya.
Kedua, hak untuk mendapat waris
Dalam Islam, janin diperhitungkan untuk mendapat waris. Pembagian waris harus ditunda sampai janin itu lahir.
Ketiga, penguburan bayi
Janin yang gugur atau lahir tanpa selamat harus dikebumikan. Sebagaimana ditunjukkan Ibn Abidin, bahwa janin yang tidak mengeluarkan suara pada saat lahir harus dimandikan (ghusl), bahwa janin yang tidak mengelluarkan suara pada saat lahir harus dimandikan (ghusl), diberi nama, dibungkus dalam selembar kain kafan dan dikubur, tetapi tidak dibacakan doa, baik pada janin yang sempurna maupun belum sempurna.
Dengan demikian, seluruh ulama sepakat bahwa pengguguran kandungan sesudah janin diberi nyawa, hukumannya haram dan suatu tindakan kriminal. Karena perbuatan tersebut diangap sebagai pembunuhan terhadap orang hidup yang wujudnya telah sempurna. Para ulama juga berpendapat apabila menurut tim medis bahwa hidupnya anak dalam kandngan akan membahayakan kehidupan si ibu, maka syariat Islam dengan kaidah-kaidahnya yang umum memerintahkan untuk mengambil salah satu darurat yang paling ringan. Si ibu tidak boleh dikorbankan untuk menyelamatkan anak, sebab ibu adalah pokok, dan hidupnya pun sudah dapat dipastikan, dia mempunyai kebebasan hidup. Dan tidak rasional jika mengorbankan ibu guna menyelamatkan janin yang belum tentu hidupnya dan belum memperoleh hak dan kewajiban.
Berikut ini uraian aborsi sebagai berikut:
Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)  
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik. Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan ke dalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap pelakunya harus sadar mengenai hal ini.
Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)  
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh. Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.

Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi. Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang w anita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
Dampak Aborsi bagi Kesehatan
Ada dua macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
  1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Brian Clowes dalam bukunya Facts of Life menyebukan beberapa resiko yang akan dihadapi oleh wanita yang melakukan aborsi, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
f. Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (ovarium cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (liver cancer)
j. Kelainan pada placenta/ari-ari (plasenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/ tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko gangguan psikologis.
Resiko aborsi bukan saja pada aspek fisik tetapi juga memiliki dampat yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “post-abortion syndrome” (sindrom paska aborsi). Seperti:
  1. Kehilangan harga diri (82%)
  2. Berteriak-teriak histeris (51%)
  3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
  4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
  5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
  6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%).
Fatwa MUI tentang Aborsi
Keputusan Fatwa MUI tanggal 29 Juli 2000 menetapkan bahwa
1. Aborsi sesudah nafk al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika adalasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
2. Aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam.
3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.
Keputusan ini didasarkan bahwa janin adalah makhluk yang telah memiliki kehidupan yang harus dihormati; menggugurkannya berarti menghentikan (menghilangkan) kehidupan yang telah ada; dan ini hukumnya haram, berdasarkan sejumlah dalil, antara lain:
ولا تقتلوا النفس التى حرّم الله إلاّ بالحق
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang benar...” (QS. al-Isra:33).
Menurut Imam al-Ghazali dari kalangan Syafi’i, jika nutfah (sperma) telah bercampur (ikhtilat) dengan ovum dan siap menerima kehidupan, maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah); ini berarti haram melakukannya.
Membolehkan aborsi sebelum nafkh al-ruh dapat menimbulkan banyak dampak negatif, di samping dampak positif. Kaidah fiqh mengatakan:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan.”


tulisan ini banyak memuat istilah-istilah medis tetapi dapat di pertanggung jawabkan dari sisi medis
karena jamaáh MDA juga banyak dari golongan dokter-dokter spesialis

Oleh Habib muhammad alkaff (MDA)

abdkadiralhamid@2013

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HARAMNYA ABORSI ADALAH IJMÁ BUKAN BERDASARKAN USIA KANDUNGAN DAN JANIN"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip