//

Manaqib Lengkap Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bagian 2)


Bagian ke 2
Syekh dan Guru Imam Abu Bakar Al-Adeni

Adanya seorang syeh adalah suatu keharusan dalam menyelusuri suatu "Thoriq", adapun yang dimaksud dengan syeh menurut para ulama ialah orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan membawa muridnya ke jalan Allah dengan nasihat, tauladan yang baik, sesuai keadaan dan kejiwaan seorang murid, adakalanya dengan mengharuskan seorang murid untuk menjalani riadloh dan mendidik dengan tatakrama, adakalanya seorang melakukan muridnya dengan memarahinya dan keras.

Sebagaimana dalam shalat ada imamnya, dalam ilmu pengetahuan juga ada ahlinya, begitu pula halnya dengan pendidikan rohani dan jiwa agar tertuju kepada Allah semata memiliki Syeikh dan Penunjuk jalan (Musalik), bagi seorang murid (yang menelusuri toriq) harus mempunyai seorang syeh agar dia tidak menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan.

Dan merupakan suatu musibah bahwa syeikh yang betul-betul memenuhi kriteria tersebut pada zaman sekarang ini, yang ada pada zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mengaku-ngaku dan ahirnya menyebar fitnah. Syeikh tersebut terbagi atas lima macam dan tingkatan yaitu Syeih futuh, Syeih taslik dan tarbiyah, syeih ta'lim dan syeih tabarruk.  
  
Dan merupakan anugerah Allah SWT kepada Imam Abu Bakar, bahwa guru-guru beliau memiliki kesemua tingkatan tersebut, seperti yang akan dipaparkan dalam pembahasan berikut ini :

1.    Ayahandanya, Imam Abdullah Alidrus
Imam Abdullah Alidrus adalah pemimpin Bani Alawi di zamanya, beliau dilahirkan di Tarim pada tahun 811 H, hafal Qur'an, menguasali semua ilmu pada zamannya dan lebih dari itu beliau mengungkuli orang-orang dizamannya dengan ilmu ahwal dan bathin. Beliau diberi nama panggilan (Alidrus) oleh ayahnya, adapun asal muasal nama Alidrus sebagaimana disebutkan dalam kitab "Al-Masyra" adalah nama panggilan seorang Imam para wali Allah, ada juga yang mengatakan bahwa alidrus adalah salah satu nama macan, dan ketika kakeknya, Syeh Abdurrahman Assegaff mendengar kabar gembira tentang kelahiran cucunya, beliau berkata : dia adalah seorang sufi di zamannya, selain itu Imam Abdullah juga dijuluki dengan Alidrus Alakbar, untuk membedakan beliau dengan Alidrus-Alidrus lainnya.

Imam Abdullah Alidrus ditinggalkan oleh sang ayah kea lam baka ketika beliau baru berumur 10 tahun, sepeninggal ayahnya Imam Abdullah dididik dan dibimbing oleh pamannya Syeh Umar Muhdlor, dan setelah menginjak usia dewasa beliau dinikahkan dengan putri Syeh Umar Muhdlor yang bernama Aisyah, selanjutnya Syeh Umar Mudlor membawa Imam Abdullah kepada para guru besar pada zaman itu, maka dengan bersungguh-sungguh Imam Abdullah menimba dari para masyayeh tersebut, hingga beliau menguasai semua ilmu terutama ilmu syariah baik Fiqh, Hadits dan Aqidah, begitu pula halnya dalam ilmu tasawuf. Selain itu Imam Alidrus juga gemar bermujahadah dan riadloh yang beliau dapatkan dari pamannya Syeh Umar Muhdlor, dan ketika Syeih Umar Muhdlor meninggal dunia, Bani Alawi sepakat mengangkat Imam Abdullah sebagai pengganti Syeh Umar Muhdlor. Pada waktu itu beliau berumur 25 tahun, maka semenjak itulah beliau meneruskan jejak sang paman Syeh Umar Muhdlor dalam dakwah ataupun mengajar hingga beliau dipanggil oleh Sang Pencipta ditengah perjalanan pulang ke Tarim dari kota Syihir pada tanggal 12 Ramadlan tahun 865 H, Imam Abdullah Alidrus meninggal dunia dalam usia 54 tahun, dan jasadnya dikebumikan di kampong kelahirannya Tarim pada tanggal 14 Ramadlan,ketika selesai membacakan talqin Syeh Ali bin Abi Bakar saudara kandungnya Imam Abdullah membacakan sauatu bait syair :

غبتم فيا وحشة الدنيا بفقدكم    فاليوم لا عوض عنكم ولا بدل

Artinya : Dengan kepergianmu maka turut hilang pulalah singa dunia, dan tidak ada lagi penggantimu

Imam Abdullah merupakan Syeh pertama bagi Imam Abu Bakar, beliaulah yang pertama membuka jalan dan memberikan bekal serta mengembangkan pemahaman dalam perjalanan mencari ilmu, perhatian Imam Abdullah terhadap sang putra begitu besarnya, putranya tidak lepas dari pantauan sang Ayah sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya. Imam Abu baker tumbuh dewasa diabawah asuhan sang ayah sesuai dengan jalan lurus yang ditelusuri oleh Bani Alawi, sejalan dengan perkataan syair :

و ينشأ ناشئ الفتيان منا    على ما كان عوده أبوه

Artinya : para generasi muda kita tumbuh besar sesuai didikan orang tuanya
Sang ayah telah membiasakan untuk mengkaji kitab-kitab ilmu pengetahuan secara teliti, juga menghafal Al-qur'an. Maka berkat bimbingan sang ayah, pada usia yang masih belia beliau sudah berhasil mempelajari kitab-kitab ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, dalam ilmu suluk beliau telah menyelesaikan kitab "Bidayah Alhidaya" dan "Minhaj Alabidin" karangan Imam Ghazali, sedang dalam bidang fiqh beliau telah menyelesaikan kitab "Minhaj Attolibin" dan "Al-Khulashoh" serta kitab "Umdah Ibnu Naqib" selain itu dalam bidang ilmu suluk beliau mempelajari kitab "Al-Ihya" dengan ayahnya, kemudian beliau bernadzar bahwa setiap hari akan membaca sebagian dari kitab Al-Ihya seumur hidupnya.

Pada sauatu saat ayahnya memasukkan beliau ke kamar khalwah, ketika itu Imam Abu Bakar berusia 14 tahun, dan setelah 7 hari berada dalam khalwah maka ayahnya mengeluarkan beliau dan berkata : Alhamdulillah dia (Imam Abu Bakar) tidak memerlukan riyadloh. Adapun riyadlohnya Imam Abu Bakar semasa hidup sang ayah adalah membaca Al-qur'an sebanyak 10 juz dalam shalat malam, hal tersebut dilakukannya pada setiap menjelang akhir malam bersama saudara sepupunya Abdurrahman bin Ali dipinggiran kota Tarim, dan setelah menunaikan shalat malam keduanya kembali ke masjid untuk menunaikan shalat shubuh, disamping itu Imam Abu Bakar dari semenjak kecil sudah terbiasa meninggalkan tidur malam.

Dua bualn menjelang wafatnya Imam Abdullah Alidrus memakaikan pakaian sufi dan mengambil tahkim dan memebrikan ijazah kepadanya, selain itu beliau juga menempatkan putranya dalam kedudukan sang ayah pada bulan Rajab tahun 875 H, pada waktu Imam Abu Bakar Aladeni masih berusia 14 tahun, oleh Karena itu beliau bersabda "Mereka membawanya kepadaku lengkap dengan tali kendalinya, seraya menyuruhku untuk menaikinya, maka akupun menaikinya".

Imam Abdullah Alidrus mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan Bani Alawi, begitu pula dikalangan penguasa pada waktu itu, dalam hal kitab-kitab ilmiah Imam Abdullah Alidrus sangat menggandrungi kitab-kitab karangan Imam Al-Gozali, sehingga beliau bersabda "Kitab-kitab Al-Gozali bisa difahami dan dikaji oleh orang alim dan orang awam", dikalangan masyarakat Imam Alidrus juga terkenal dengan kedermawanannya, hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Imam Abu Bakar dalam suatu bait, bahwa ketika ayahnya meninggal dunia beliau masih mempunyai hutang sebanyak 30 ribu dinar karena infak kepada fakir miskin anak yatim dan para janda,

أما ترى أنني قضيت دين أبي    وكان ذاك ثلاثون ألف دينار

Imam Abdullah Alidrus juga meninggalkan beberapa karangan, diantaranya ada yang sudah dicetak seperti kitab "Alkibrit Al-Ahmar" dan karangan beliau yang lainnya masih dalam bentuk tulisan tangan.

2.    Syeh Ali bin Abu Bakar Assakran
Syeh Ali  diliharikan di Tarim pada tahun 818 H, hafal Qur'an, menguasai ilmu qiroah terutama qiroah Abi Amar dan Nafi', dalam bidang Fiqh hafal "Al-Hawi Assogir" karangan Alquzwini, dalam bidang Nahwu hafal "Al-Hawi", adapun guru Syeh Ali yang paling utama adalah pamannya sendiri Syeh Umar Muhdlor, karena Syeh Umar Muhdlor lah yang merawat Syeh Ali dan saudaranya setelah ditinggalkan ayahnya, selain menimba ilmu dari Syeh Umar Muhdlor dan ulama besar lainya di Hadhramaut, Syeh Ali juga pergi merantau ke luar Hadhramaut untuk menimba ilmu, diantara daerah-daerah yang disinggahi Syeh Ali adalah Syihir, Gail Bawazir dan Aden di Aden beliau berguru kepada Syeh Basykil, pada tahun 849 H, Syeh Ali pergi ke Haromain untuk menimba ilmu dari para ulama disana, beliau juga sempat singgah di Zabid dan menimba ilmu dari para ulamanya.

Awal mulanya Syeh Ali terkenal dengan kedalaman ilmunya daripada tasawufnya, dan kemudian beliau pun menjadi panutan dalam tasawuf, beliau memiliki banyak mujahadah disamping karya ilmiah yang bermacam-macam diantaranya "Mi'raj Al-Hidayah", Al-Burqoh Al-Masyiqoh Fi asanid At-Toriqoh", Ad-Durru AlMudhisy Albahiy Fi Manaqib Syeh Sa'ad bin Ali", dan kitab-kitab lainnya dalam bidang Fiqh, Nahwu, Aqidah dan Kumpulan sayir-syair. Syeh Ali memiliki murid yang banyak baik di Hadhramaut ataupun di luar Hadhramaut, beliau mempunyai perhatian husus terhadap kitab-kitab karangan Imam Gozali terutama kitab Ihya, disebutkan juga dalam kitab-kitab sejarah bahwa Syeh Ali memilki pepatah dan kata hikmah yang mempunyai daya tarik dan pengaruh terhadap jiwa.

Syekh Ali meninggal dunia ketika berceramah memberikan pelajaran diatas mimbar pada tahun 895 H, dan dimakamkan di kampung kelahirannya Tarim.
Syeh Ali merupakan guru Imam Abu Bakar Al-Adeni yang paling berpengaruh terhadapnya, sehingga Imam Abu Bakar condong kepada pamannya tersebut dan selalu ingin berada didekat serta belajar kepadanya. 

Diantara kitab-kitab yang beliau pelajari dari Syeh Ali adalah kitab "Awarif Al-Maarif" karangan Imam Sihabuddin Assahrorudi, beliau menyelesaikan kitab tersebut pada tahun 877 H, selain mengajarkan ilmu Syariah Syeh Ali juga memakaikan Khirqoh kepada Imam Abu Bakar dan mengizinkannya untuk memakaikannya, memberikan ijazah atas semua ilmu yangtelah dipelajarinya serta sanadnya, dan untuk mengikat tali kekeluargaan Syeh Ali juga menikahkan Imam Abu Bakar dengan salah satu putrinya ketika ayahanda Imam Abu Bakar masih hidup. Bahkan beliau menulis sebuah qosidah yang berisi pujian terhadap Imam Abu Bakar yang berbunyi :

سلام كنشر المسك بل هو أفخر  *  وأبهر من شمس الضحى حين   
ورحمته والزاكيات غوامر         *    مضاعفة تغلو وتعلو وتشهر
على فخر دين الله نجل عفيفه    *     أبي بكر المضال سر ومظهر
رعاه إلهي واحتظاه عناية         *    وخصصه في حيطة الحفظ مغمر
جزاه إلهي من جزيل عطائه    *    لطائف لا تحصى تجل وتكبر
ومنه يعود النفع في كل لحظة     *    على السادة الإخوان يطمو ويغمر
سلام عليه كل حين وطرفة    *    سلام على الآباء يزكو وينشر
سقى الله ربعا ضمه وطمى الحمى *     سوابغ إفضال من الجو تمطر
وأعطاه تمكينا مكينا بطاعة    *    وحال اشتقاق ما هنالك يبهر
وحصنا حصينا من كمال سلامة    *     ومحض نصيحات تدل وتبصر
يمد ذوي التسليك همة أثرها     *  بصادق عزم كامل ليس يفتر
سراية أحوال يفيض بسرها    *    على قابل للسر للحب مصدر
و تخلع بالمعنى حلى من جمالها * على كل ذي سر صفا ليس يكدر
وفي شرع خير الخلق يكمل حالكم * بتمكين سر للبرايا يبصر
على سر روح الكون معدن سره    * صلاة مع التسليم دأبا تكثر
وآل وأصحاب وزوج وعترة    *    وتابعهم في الهدي بالفضل نغمر
ونسأله بالمصطفى نصح توبة  *  وحسن ختام بالكمالات يظهر
لنا وفروع والأصول ومن بهم      *  له سبب أو نسبة حين يذكر
ودائرة الإسلام فاعمم لمن بها  *  بفياض جود من عطاياك يغمر
فجودك هطال وفضلك دائم  *  على الكون هتان على الدوب يمطر
بأسمائك الحسنى وأوصافك العلى  *  وما يقتضيه كم يد ليس تحصر
فنحن بمحض النقص جينا وبالردى  *  وأنت بمحض الفضل تعفو وتغفر
بوجهك ربي قد سألناك نفحة  *  تفيض على أصلي وفرعي وتنشر
على من هوى الإسلام بر ومذنبوما في جبال والسهول ومقفر
أغثهم بغيث منك يا خير مفضل  *  وعم به كل البلاد لتغمر

3.    Syeh Alfaqih Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakar Assakran
Syeh Abul Abbas dilahirkan di Tarim, beliau tumbuh dengan bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu dari para gurunya, hingga pada usia yang terbilang masih belia sudah hafal Al-qur'an dan menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, setelah meningjak usia dewasa beliau berkelana keluar Hadhramaut guna menimba ilmu, diantara kota yang beliau tuju adalah Tihamah (wilayah pesisir) Yaman, Zabid dan terakhir beliau menuju Haromain dalam rangka menunaikan ibadah haji serta menimba ilmu dari para ulama di Haromain, beliau dikenal dengan sifatnya yang sangat berhati-hati dalam hal ibadah, selalu berbuat kebaikan dan sering menangis karena takut akan siksa Allah SWT.

Diantara para masyayeh yang berguru kepada beliau adalah keponakannya Imam Al-Adeni, Syeh Abul Abbas merupakan orang ketiga yang menjadi penanggung jawab dan pembimbing Imam Al-Adeni setelah ditinggalkan oleh ayahnya dan pamannya Syeh Ali bin Abu Bakar, beliau juga memberikan Ijazah dalam semua ilmu dari riwayatnya serta sanad-sanad yang tinggi, dan beberapa kali beliau memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni, dan yang terakhir beliau memakaikannya pada tahun 876 H, di kota Tarim.

4.    Syeh Sa'ad bin Ali Madzhaj
Beliau adalah Syeh yang mumpuni dalam ilmu zohir dan batin, syeh murobbi dan ahli ibadah Sa'ad bin Ali Al-Hadhrami. Dilahirkan di Tarim dan tumbuh dewasa disana, hafal Al-qur'an namun dengan susah payah, oleh karena itu ibunya membawa beliau kepada Syeh Abdurrahman Assegaff, maka Syeh Abdurrahman berkata kepada sang ibu : "Tinggalkanlah putramu padaku insyaAllah akan mendapat futuh dari Allah SWT". Maka ucapan Syeh Umar Muhdlor itu pun jadi kenyataan, beliau berguru kepada para ulama besar pada zaman itu, dalam ilmu fiqih beliau mengambil dari Syeh Alfaqih Jamaluddin Muhammad bin Hakam Baqusair dan Syeh Abdullah bin Fadol Balhaj, sejarah hidup beliau dibukukan oleh Syeh Ali bin Abu Bakar Assakran dengan judul "Ad-durru al-mudhis al-bahy fi manaqib Syeh Sa'ad bin Ali" dikatakan dalam kitab itu bahwa kepribadiannya mengikuti Al-qur'an dan Hadits, berakhlak dengan akhlak Nabi SAW dan para sahabtanya.

Beliau adalah seorang Syeh yang mempunyai mujahadah yang agung dari shalat dan puasa, beliau juga tidak berbicara kecuali dalam hal yang berfaidah, selalu sibuk dengan koreksi diri serta menggunakan seluruh waktunya dalam hal yang diridloi Allah SWT, disamping itu semua beliau sangat mencintai keturunan Rasulullah SAW serta orang-orang Shaleh dan selalu bersikap lembut kepada orang-orang muslim dan mendoakannya.

Pendek kata Syeh Sa'ad adalah seorang wali yang disepakati oleh para ulama yang terpercaya bahwa beliau telah mencapai derajat "ubudiah mahdlah", dan selama hidupnya digunakan dalam berkhidmah kepada Allah SWT, sehingga beliau dipanggil oleh Sang pencipta pada malam Senin tanggal 9 bulan Rajab tahun 857 H, jasad beliua dimakamkan dikomplek pemakam "Furait" setelah di shalatkan oleh ribuan ulama dan orang shaleh serta masyarakat lainnya.

Syekh Sa'ad merupakan seorang Syeh yang paling berpengaruh terhadap Imam Al-Adeni, beliaulah yang sangat dekat dengan hati dan jiwa Imam Al-Adeni pada semasa kecilnya, sehingga Imam Al-Adeni pernah berkata : "Aku menyangka bahwa ayahku adalah Syeh Sa'ad karena beliau sangat memperhatikanku dan selalu berada didekatku ketika aku masih kecil, dan kalau aku menangis maka dibawalah akau oleh pembantu ke masjid tempat Syeh Sa'ad beri'tikaf dan akupun menjadi tenang bersamanya, pernah pada suatu malam aku menangis dengat sangat kerasnya hingga membangunkan semua penghuni rumah, maka mereka menyuruh seorang pembantu untuk membawaku ke masjid tempat Syeh Sa'ad berada, sesampainya di masjid sang pembantu meletakkan ku didekat Syeh Sa'ad tanpa sepengetahuan beliau, maka aku mendekati beliau dan beliau ketika itu sedang terlentang dan matanya menatap ke atas, ketika beliau tau akan kehadiranku maka beliau mengambilku dan menidurkan lalu menyelimutiku dan memberikan sepotong roti syair yang masih panas, maka akupun terlena dengan roti tersebut hingga terlelap tidur".

Ketika Imam Al-Adeni tumbuh besar maka hubungan beliau dengan Syeh Sa'ad pun semakin erat, beliau dengan bersungguh-sungguh menunutut ilmu dari Syeh Sa'ad dan menjelang Imam Al-Adeni menginjak usia tamyiz Syeh Sa'ad memakaikan Khirqoh kepadanya, kejadian bersejarah tersebut pada bulan Jumadil Awal tahun 857 H, atau 2 bulan sebelum Syeh Sa'ad meninggal dunia.

Imam Al-Adeni berkata : (Kebanyakan madad (anugerah) dari Allah yang diberikan oleh Allah SWT kepadaku adalah berkah Syeh Sa'ad), ketika Syeh Sa'ad wafat umur Imam Al-Adeni kurang lebih tujuh tahun, dan ketika Imam Al-Adeni masih bayi Syeh Sa'ad selalu berkata "anak ini akan mempunyai kedudukan yang tinggi".

5.    Syeh Muhammad bin Ali (Shahib Aidit)
Beliau adalah Sayid Syarif Alwali Alarif billah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alfaqih Ahmad bin Abdurrahman bin Amul Faqih, beliau dikenal dengan "Maula Aidid" karena beliau tinggal di perkampungan yang bernama Aidid yang terletak di sebelah barat kota Tarim, Syeh Muhammad merupakan salah seorang ulama dan wali, adapun para masyayeh yang menjadi guru beliau adalah Syeh Abdurrahman Assegaff, Syeh Muhammad Baqasyir dan Syeh Abdullah bin Fadhol serta banyak lagi masyayeh lainnya.

Syeh Muhammad bin Ali adalah seorang yang luas ilmu pengetahuannya terutama dalam ilmu kedokteran dan ilmu bedah, dalam kesehariannya beliau tidak keluar dari rumah kecuali untuk menunaikan shalat jum'at ataupun berkunjung kepada orang-orang shaleh, banyak para pelajar dan para syeh yang datang berkunjung ke rumahnya untuk menuntut ilmu, Syeh Muhammad bin Ali dipanggil oleh Sang Pencipta pada tahun 862 H, dan dimakamkan di Tarim.

Imam Al-Adeni menemui Syeh Muhammad bin Ali dimasa hidupnya selama 10 tahun, Imam Al-Adeni mendapat ijazah dan ilbas sebagaimana beliau sebutkan dalam "Al-juz Al-latif" ketika menyebutkan nama-nama para Syehnya, dan dalam kitab itu disebutkan bahwa ilbas (memakaikan pakaian sufi), terjadi pada tahun 859 atau 860 H.

6.    Syeh Muhammad bin Abdurrahman Balfaqih
Imam Al-Adeni berguru pada beliau di Tarim, dalam ilmu Fiqh, Tasawuf dan sebagainya.

7.    Syeh Abdullah bin Abdurrahman Balhaj
       Bafadhol
Imam Al-Adeni belajar kepada beliau dari mulai mulai beliau menuntu ilmu atas petunjuk dari ayahnya, Imam Al-Adeni banyak belajar ilmu Fiqih dan Hadits dari Syeh Abdullah, beliau dilahirkan pada tahun 850 H, dan wafat pada tanggal 5 bulan Ramadlan tahun 918 H, di Syihir dan dimakamkan disana.

8.    Syeh Muhammad bin Ali Bajahdab
Imam Al-Adeni menghafal Al-Qur'an di tangan beliau

9.    Syeh Salim bin Gabri
Imam Al-Adeni menghafal Al-Qur'an di tangan beliau

10.    Syeh Ibrohim bin Muhammad Bahurmuz
Imam Al-Adeni dipakaikan pakaian sufi oleh beliau di kota Syibam dalam sauatu acara yang besar dengan di hadiri oleh para ulama besar pada tahun 897 H.


11.    Syeh Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-
         Amudi

Dalam kitab "Aljuz Al-latif" Imam Al-Adeni mengatakan bahwa diantara gurunya yang memakaikan pakaian sufi dan memberikan ijazah untuk memakaikannya adalah Syeh Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-Amudi, yaitu pada kunjungan pertama kalinya ke Doan tahun 867 H.

12.    Syeh Muhammad bin Ahmad Bafadhol
Dalam "Aljuz Al-Latif" halaman 18 Imam Al-Adeni menyebutkan bahwa diantara para guru besarnya adalah Syeh Muhammad bin Ahmad Bafadhol, beliau dipakaikan pakaian sufi dan memberikan ijazah pada bulan Muharom tahun 887 H, setelah sebelumnya beliau dipakaikan Khirqoh oleh gurunya Syeh Muhammad Bafadhol Alqodli Jamaluddin Muhammad bin Mas'ud Baskil Al-Anshori.

Syeh Muhammad Bafadhol dilahirkan di Tarim tahun 840 H, beliau belajar kepada para ulama di Tarim dan sekitarnya, kemudian pergi ke Syihir dan Gail dalam rangka mencari ilmu, dan kemudian beliau pergi ke Aden, disanalah beliau belajar kepada Syeh Al-Allamah Muhammad Mas'ud Baskyl, Syeh Muhammad bin Ahmad Bahumaisy, dengan kesungguh-sungguhannya beliau mampu menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Syeh Muhammad Bafadhol sangat menghormati Imam Al-Adeni, salah satu buktinya adalah kalau Imam Al-Adeni datang dari berpergian maka beliau mendahuluinya masuk ke Aden untuk memberi tahukan para penduduk akan kedatangan Imam Al-Adeni dan menyuruh mereka untuk menyambut kedatangannya. Ketika beliau ditanya tentang hal itu beliau mengatakan bahwa hal tersebut agar rahmat Allah turun kepada mereka berkat melihat beliau dan dilihat oleh beliau. Penguasa Aden pada masa itu Sultan Amir bin Abdul Wahab sangat menghormati Syeh Bafadhol dan tidak pernah menolak permintaan dan perintah Syeh Bafadhol kepadanya, disamping itu beliau memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat dihormati oleh para penduduk Aden dan sekitarnya, tentang hal tersebut Syeh Syarif Umar bin Abdurrahman Baalawi mendendangkan bait syair yang berbunyi :

سلام على شخص به عدن زهت    أبي فضل المشهور زين الشمائل
جمال لدين الله خادم شرعه        دليل طريق الله بدر المحافل

Syeh Muhammad Bafadhol meninggalkan beberapa karya ilmiah dalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan diantaranya :

1.    Syarah judul bab kitab Imam Al-Buhkori dalam ilmu Hadits
2.    Mukhtasor "Qowaid Zarkasyi" yang dikenal dengan nama "Al-Mantsur"  dalam ilmu Usul Fiqh
3.    Syarah Mukhtashor Al-Mantsur
4.    Al-Uddah Wassilah Li Mutawali Aqdi Annikah dalam ilmu Fiqh
5.    Syarah "Alfiah Al-Barmawi" dalam Usul Fiqh serta banyak lagi karangan beliau yang sangat bermanfaat.
Syeh Muhammad bin Ahmad Bafadhol meninggal dunia pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal tahun 903 H, di kota Aden dan dimakamkan disana.

13.    Syeh Abdullah bin Ahmad bin Ali
         Bamakhromah
Tentang biografi Syeh Abdullah bin Ahmad bin Ali Bamakhromah disebutkan dalam kitab "An-Nur Assafir" halaman 30 dan seterusnya. Disebutkan bahwa Syeh Abdullah Bamakhromah dilahirkan di Hajren pada bulan Rojab tahun 833 H, beliau tumbuh besar di kampung kelahirannya serta menghafal Al-Qur'an, setelah menginjak dewasa beliau pergi Aden untuk menuntut ilmu, setibanya di Aden beliau belajar kepada kedua Imam di Aden yaitu Muhammad bin Mas'ud Basykil dan Muhammad bin Ahmad Bahamis, walaupun keadaan beliau yang miskin harta namun tidak menghalangi beliau untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, hingga berkat kesungguhannya dalam belajar beliau mampu menguasai ilmu pengetahuan yang diterima dari para masyayeh serta mengungguli rekan-rekannya dalam belajar, dan kemudian menjadi mufti disana.

Syeh Abdullah Bamakhromah akhirnya dinikahkan oleh gurunya Syeh Muhammad Baskil dengan salah seorang putrinya, dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai beberapa orang anak daiantaranya At-Thoyib bin Abdullah Bamakhromah.

Pada masa kekuasaan kerajaan At-Thahiriah Syeh Abdullah Bamkhromah menjabat sebagai Qodli selama 2 tahun lamanya, maka selama beliau menjabat sebagai Qodli tegaklah keadilan, namun kemudian beliau kembali ke Hadhramaut guna menjauhi dari jabatan Qadli, hingga kemudian Sultan Ali bin Thohir membebaskan beliau dari jabatan tersebut maka beliau kembali lagi ke Aden dan menetap disana hingga dipanggil oleh Sang Pencipta pada bulan Muharam tahun 903 H.

14.    Syeh Ahmad bin Umar Al-Mazajjad
Beliau adalah Sofiyuddin Al-qodli Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Al-qodi Yusuf bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Hassan bin Raja Saif bin Dzi Yazan Al-Madzhaji Assaifi Al-Murodi Sihabudiin yang dikenal dengan julukan Al-Mazajjad, Assyafi'I Az-Zabidi.

Syeh Ahmad merupakan salah seorang ulama yang terkenal dan tergolong dalam ulama muhakkik dan qaulnya muktamad dalam madzhab Syafi'I, beliau adalah seorang alim yang mumpuni dalam berbagai bidang ilmu baik ilmu usul ataupun furu'. Di lahirkan di pinggiran perkampungan Zaidiyah dan tumbuh besar disana, beliau belajar kepada beberapa ulama Bait Alfaqih, Taiz dan lainnya, menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu Fiqh dan dalam bidang tersebut beliau  tidak ada duanya pada waktu itu. Diantara karya beliau yang terkenal adalah "Al-Ubab Al-Muhit Bima'dzomi Nususu Asyafi'I Walashab", Syeh Al-Mazajjad memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang syair dan mempunyai gubahan-gubahan serta teori-teori dalam bidang tersebut. Beliau menjabat sebagai Qadli di wilayah Aden dan Zabid, selama menjabat sebagai qodli beliau menjalaninya dengan ikhlas dan bersih dari segala subhat, setiap waktu dalam hari-harinya dibagi dengan teratur.

Beliau mempunyai hubungan erat dengan Imam Al-Adeni diantara keduanya sering berkirim surat dan bertukar bait syair, yang akan kami sebutkan beberapa contohnya pada bab berikutnya. Syeh Al-Mazajjad meninggal dunia pada akhir bulan Rabi Alakhir tahun 930 H, dan dimakamkan di Bab Siham.

15.    Syeh Yahya bin Abu Bakar Al-Amiri
Tentang Syeh Yahya Al-Amiri, Imam Al-Adeni dalam "Aljuz Al-latif" mengatakan : diantara guru-guruku adalah Sayidi Syeh Alfaqih Al-Imam Al-Hafiz Al-Muhaddits Al-Allamah Alwali Ashalih Yahya bin Abu Bakar Al-Amiri, beliau memakaikanku Khirqoh Syarifah dari Syehnya Assyarif yang dikenal dengan Al-Musawa Ahmad bin Yahya dan memberikan ijazah kepadaku untuk memakaikan Khirqoh di masjid Asyamsi kota Hirid pada tahun 880 H, ditengah-tengah perjalananku ke Tanah Suci.
16.    Syeh Maqbul bin Abu Bakar Az-Zailai

Beliau dikenal dengan julukan Shahibullihyah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Adeni dalam "juz latif".

17.    Syeh Maqbul bin Musa Az-Zailai
Tentang Syeh Maqbul bin Musa Imam Al-Adeni menyebutkannya dalam "Juz Latif"
18.    Syeh Muhammad bin Abdurrahman
         Assakhowi
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafiz ahli sejarah Alfaqih Al-Allamah Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Utsman bin Muhammad Assafi'I berasal dari Qohiroh dan meninggal di Madinah, dimakamkan di komplek pemakaman Al-Baqi disamping makam Imam Malik.

Dilahirkan pada bulan Robi Alawal tahun 831 H, hafal Qur'an pada usianya yang masih anak-anak, selain itu belaiu juga hafal "Minhaj" karangan Imam Nawawi, Alfiah Ibnu Malik, Nukhabah Alfikr karangan gurunya Syeh Ibnu Hajar, Alfiah Aliraqi, sebagian besar dari "Syatibiah" serta Muqoddimah Assyawi dalam ilmu Arudl. Beliau juga ikut berperan dalam bidang ilmu Faraidl, Hisab, Almiqot, Usul Tafsir dan Fiqh. Berguru kepada kurang lebih 400 orang syeh, mendapat izin dari para gurunya untuk memberikan fatwa dan mengajar serta mengimla' Hadits. Mendengar Hadits Nabi SAW dari Syeh Asyihab Ibnu Hajar, beliau selalu mendampingi Syeh Ibnu Hajar dan mempelajari semua karangan gurunya tersebut dan mendampinginya hingga Syeh Ibnu Hajar wafat.

Setelah Syeh Ibnu Hajar meninggal dunia, beliau berkeliling untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan menambahnya serta mencari sanad, kemudian kembali lagi ke Haromain dan menetap di Mekah dan mengajar serta berfatwa serta mengimla' Hadits. Syeh Assakhawi memiliki karya ilmiah yang bermanfaat terutama dalam bidang Hadits dan sejarah, diantara karangan beliau adalah : Almaqosid Alhasanah, Fathul Mugits Syarah Alfiah Iraqi, Alqaul albadi' Fi Shalat Alalhabib Assyafi', Ad-Dau' Allami' Li Ahlilqorni At-tasi', Al-Manhal Al-azbi Ar-rawi Fi Tarjamah Al-Imam Nawai, Aljawahir Wadduror tentang sejarah Syeh Ibnu Hajar dan banyak lagi karangan beliau dalam berbagai macam bidang ilmu, Syeh Assakhawi wafat pada tahun 902 H.

19.    Syeh Ahmad bin Ahmad Asyarji
Beliau adalah Syeh Al-Allamah Alfaqih Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Abdulatif bin Abu Bakar Asyarji Al-Hanafi, dilahirkan di kota Zabid pada tahun 811 H, beliau berguru kepada para ulama besar zaman itu baik di dalam Zabid ataupun dari luar, diantara guru beliau adalah Syeh Ahmad bin Abi Bakar Arradad, Syeh Annafis Alalawi, Syeh Attaqi Alfasi, Syeh Ali bin Aljazari, Syeh Abu Alfatah Al-Marogi dan lainya.

Syeh Asyarji mempunyai banyak karya ilmiah, sebagian besar dari karangannya adalah dalam Hadits dan yang paling terkenal adalah kitabnya yang bernama "At-Tajrid As-Sharih Li ahadits As-Shahih" dan "Tobaqot Al-Khowash Ahli As-shidqi Walikhlash" tentang ulama tasawuf di Yaman.

Pertemuan antara Imam Al-Adeni dengan Syeh Asyarji terjadi pada tahun 881 H, ketika Imam Al-Adeni melakukan perjalanan ke tanah suci Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan singgah di kota Zabid, dalam kesempatan tersebut keduanya salaing tukar ilmu pengetahuan dan pada kesempatan itu pula Imam Al-Adeni meminta waktu kepada Syeh Syarji untuk mutola'ah kitabnya yang bernama Tobaqot Alkhawash, dan ketika selesai dari mutola'ah kitab tersebut Imam Al-Adeni menulis surat yang berbentuk bait syair kepada Syeh Syarji yang berbunyi :

شهاب الدين قد أحييت ذكرا        لأرباب الكمال وزدت فخرا
فقد نظمته عقدا ثمينا            حوى كم جوهر عال ودرا

Dan seterusnya….
Syeh Ahmad bin Ahmad Assyarji meninggal dunia di Zabid pada bulan Robi Tsani tahun 893 H/1487 M.

20.    Syeh Abu Alqosim Al-Makki
Syeh Abu Alqosim merupakan salah satu guru Imam Al-Adeni yang disebutkan dalam kitabnya "Al-Juz Al-Latif", dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Syeh Abu Alqosim memakaikan Khirqoh serta memberikan izin kepada Imam Al-Adeni untuk memakaikannya dengan sanad yang bersambung hingga Syeh Abdul Qodir Jaelani, kejadiana tersebut pada tahun 880 H, ketika beliau akan menunaikan ibadah haji.

21.    Syeh Abdullah bin Aqil Baabbad
Tentang Syeh Abdullah bin Aqil Imam Al-Adeni menyebutkannya dalam kitab "Al-Juz Al-Latif" di sela-sela menyebutkan sanadnya kepada Syeh Abdulqodir Al-Jaelani, bahwa Syeh Abdullah bin Aqil Baabbad memakaikannya Khirqoh Syarifah serta memberikan izin untk memakaikannya.

22.    Syeh Abdullatif bin Ahmad Asyarji Az-
         Zabidi Al-Hanafi
Syeh Abdullah bin Ahmad disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya, hal tersebut terjadi pada tahun 880 H, di kota Zabid ketika Imam Al-Adeni berkunjung ke kediaman Syeh Abdullah, beliau meninggal di Zabid pada tahun 928 H.

23.    Syeh Afifuddin Abdulatif bin Musa Al-
         Masyrai

Syeh Afifuddin disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya dengan sanad yang bersambung kepada Syeh Abdul Qodir Al-Jailani.

24.    Syeh Alfaqih Jamaluddin Muhammad bin
         Ahmad Ad-Dahmani Al-Qairowani

Syeh Jamaluddin disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya pada bulan Muharam tahun 904 H, di Mekah dengan sanad yang bersambung kepada Syeh Al-Junaid.

25.    Syeh Abu Bakar (Abu Harbah)
Disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" : diantara para ulama yang memakaikanku Khirqoh Syarifah dan memberikan izin untuk memakaikannya dengan sanad yang bersambung kepada Syeh Abdul qodir  adalah Sayidi Syeh Alwali putra Alwali Syeh Almahjub Abu Bakar yang dikenal dengan julukan Abu Harbah, hal tersebut terjadi di Mekah pada tahun 885 H ketika pertama kalinya aku menunaikan ibadah haji.

26.    Syeh Musa bin Abdurrahman (Penguasa
         Arhab)

Belaiu adalah termasuk salah satu guru besar daripada para ulama Fiqih, antara Imam Al-Adeni dan Syeh Musa terdapat hubungan yang erat, diantara keduanya sering kali berkirim surat baik dalam bentuk bait syair ataupun lainya, diantaranya sebuah surat dari Imam Al-Adeni yang disebutkan -dalam buku kumpulan syair-sayir Imam Al-Adeni- sebagai jawaban kepada Syeh Musa yang meminta izin kepada Imam Al-Adeni untuk ziarah ke Aden.

أهلا بكم ومرحب        ياساكنين أرحب
بل ساكني فؤادي    قربتم ونا اقرب
إليكم وأطرب        في خالص الوداد

Walaupun Syeh Musa sangat menjaga tatakrama dengan Imam Al-Adeni dan sangat tawadu' dengannya namun Imam Al-Adeni menganggap bahwa Syeh Musa sebagai gurunya begitu juga sebaliknya. Memang begitulah ahklak para ulama dahulu, mereka selalu mengambil berkah dan ilmu dari orang alim dan bertaqwa walaupun lebih muda usianya ataupun derajatnya lebih rendah.

Bersambung ................




  

 
 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manaqib Lengkap Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bagian 2)"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip