//

Tempat Bersejarah di Sekitar Mekkah

Tempat Bersejarah di Sekitar Mekkah

1. Darul Arqam





Darul Arqam mempunyai hubungan yang sangat erat dengan da’wah Nabi saw. Dulu Darul Arqam merupakan pusat da’wah Nabi saw secara tersembunyi. Di tempat ini sahabat Nabi saw berkumpul mempelajari agama dan salat bersama secara sembunyi-sembunyi tidak diketahui oleh kafir Quraisy karena belum datang perintah dari Allah untuk menjaharkan agama Islam. Bilangan orang yang masuk islam pada saat itu ada 40 orang. Di tempat tersebut Umar bin Khathab ra masuk islam. Kemudian Allah memerintahkan agar agama Islam dikembangkan di Makkah secara jahar. Dinamakan Darul Arqam berasal dari nama rumah sahabat Nabi saw Al-Arqam bin Abi Al-Arqam bin Asad Al-Makhzumi ra.
Pada tahun 171 H Darul Arqam yang terletak kurang lebih 36 m di luar timur bukit Sofa, dibangun sebuah masjid oleh Khaizuran, ibu Harun Ar-Rasyid. Kemudian pada tahun 1375 H tempat tersebut dibongkar untuk perluasan Haram. Sekarang Darul Arqam sudah disatukan menjadi tempat Sa’i dan untuk mengenang sejarah ini didirikan sebuah pintu yang diberi nama dengan pintu Darul Arqam.

2. Dar An-Nadwah



Tempat ini memiliki nilai sejarah yang sangat besar. Dar an-Nadwah dibangun oleh Qushay bin Kilab kurang lebih tahun 200 sebelum hijrah Nabi saw. Dinamakan Dar an-Nadwah karena dibangun khusus untuk tempat kaum Quraisy Makkah  bermusyawarat. Jika ada satu masalah besar yang sulit untuk dipecahkan, mereka semua diundang untuk datang ke Dar an-Nadwah menyelesaikan masalah tersebut bersama sama.
Salah satu contoh misalnya penyelesaian persengketaan antara mereka di saat meletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Pernah Bangsa Quraisy merobohkan Ka’bah kemudian membangunnya kembali. Di saat akan memasang kembali Hajar Aswad, suku-suku dari bangsa Quraisy terlibat pertentangan, karena mereka pada merasa paling berhak untuk mengambil tugas memasang kembali Hajar Aswad pada posisinya semula. Karena perselisihan tidak bisa diredakan, mereka bermusyawarah di Dar an-Nadwah membuat suatu keputusan siapa yang berhak meletakan Hajar Aswad ke posisinya semula. Kemudian dibuat qur’ah atau sayembara siapa yang pertama kali masuk Baitullah dari pintu Bani Syaiba, dialah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah. Sayembara dimenangkan oleh Rasulallah saw. Akhirnya Hajar Aswad diletakkan di tengah-tengah kain dan dibawa oleh semua kabilah Quraisy. Kemudian beliau menempelkan Hajar Aswad tersebut ke tempatnya semula. Kisah ini sangat populer.
Di Dar an-Nadwah pernah kafir Quraisy bermusyawarat untuk membendung da’wah Nabi saw dan bersepakat untuk membunuh beliau di saat mereka mendengar bahwa beliau akan berhijrah ke Madinah. 
Umar bin Khattab ra di saat menjadi khalifah, sempat mampir ke Dar an-Nadwah begitu pula para Khulafa Rasyidin lainya selalu menyempatkan untuk datang ke Dar an-Nadwah Jika berada di Makkah
Pada masa pemerintahan al-Abbasi, terjadi pemugaran di Masjidil Haram dan Dar an-Nadwah disatukan dengan masjid yang terletak sebelah utara Ka’bah. Penyatuan ini dilakukan atas usulan beberapa orang diantaranya Qadhi Makkah dan guberdur Makkah pada masa itu yang diajukan kepada Al-Mutadhid Al-Abbasi. Setelah diruntuhkan, dibangun masjid yang bergabung dengan Masjidil Haram. Bangunan ini sangat indah, beratap jati, dihiasi dengan emas, dibuat beberapa pintu dan menara. Sekarang, Dar an-Nadwah sudah dibongkar untuk perluasan Masjidil Haram. Untuk mengenang tempat yang penuh sejarah itu dibangun sebuah pintu yang dinamakan Bab an-Nadwah atau pintu an-Nadwah.

3. Desa Bani Sa’ad


Desa Bani Sa’ad merupakan desa bersejarah. Desa ini berjarak 5 jam dari Jeddah jika ditempuh dengan mobil atau 6 jam dari Makkah. Di desa ini terdapat bekas rumah tinggal penyusuh Nabi saw, Halimah As-Sa’diyah. Di desa ini Rasulallah disusui dan hidup di sana selama kurang lebih 4 tahun. 
Telah diketahui dalam sirah bahwa setelah ibu beliau, Nabi saw disususi oleh Tsuwaibah, budak perempuan dari pamannya, Abu Lahab. Kemudian, sebagaimana kebiasaan adat kaum Quraisy Makkah dulu, jika lahir seorang anak laki laki mereka kirim ke badiyah atau pedesaan orang badwi yang jauh dari keluarganya dan kota Makkah untuk disusui dan dipelihara di sana. Di sana anak laki2 itu akan tumbuh besar menurut adat dan lingkungan orang orang Arab setempat yang asli. di sana pula ia akan belajar bagaimana cara hidup sederhana disamping belajar bahasa Arab dari subernya yang asli yang belum di pengaruhi oleh lingkungan bahasa dari luar.

Begitu pula pada waktu itu Ibu Nabi saw, Aminah, mencari wanita pedesaan untuk menyusui putranya dan hidup di desanya. Maka terpilihlah wanita yang bernama Halimah binti Abu Dzu’aib dari suku Sa’ad bin Bakr, yang kemudian lebih dikenal dengan Halimah as-Sa’diyah. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya Rasulallah saw ke desanya ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Allah telah memberkati semua yang ada padanya.
Selama empat tahun dalam masa kanak-kanaknya beliau hidup didaerah badiyah yang dikelilingi padang pasir dan gunung gunung, dalam asuhan keluarga bani Sa’ad. Dengan alam seperti itu, tubuh Nabi menjadi sangat kuat, lidah beliau menjadi fasih berbahasa Arab, pikiran beliau menjadi cerdas dan mahir menunggang kuda.
Begitulah kehidupan Nabi saw di tengah tengah Bani Sa’ad, hingga tatkala berumur 4 tahun, terjadi sebuah peristiwa pembedahan dada Rasulullah saw. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah didatangi Jibril as pada saat beliau sedang bermain-main bersama teman-teman sebayanya. Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membedah dada dan mengeluarkan hati beliau dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau seraya berkata, “ini adalah bagian dari syetan yang ada pada dirimu”. Lalu Jibril mencucinya disebuah bejana terbuat dari emas dengan air zamzam, kemudian memasukannya kembali ketempat semula. Teman-temannya berlarian mencari ibu susuannya dan berkata : “Muhammad telah dibunuh”. Lalu merekapun datang menghampiri Rasulallah saw dan ditemukannya  dengan wajah yang semakin berseri.
Sungguh bersejarah tempat tersebut dan sudah selayaknya dikenang dan dijadikan tempat yang bersejarah. Walahua’lam

4. Mata Air Zubaidah



Mata Air Zubaidah terletak di wadi Nu’man. Dulu, dari sana airnya disalurkan sampai ke Arafah kemudian ke wadi ‘Uranah, lalu ke Makkah. Mata air Zubaidah dulu merupakan tempat yang sangat bermanfaat untuk peduduk Makkah dan jamaah haji. Kemudian lama kelamaan jarang digunakannya karena banyaknya mata air-mata air lainnya ditemukan di Makkah. Walaupun mata air ini sudah tidak dimanfaatkan tapi ia tetap bisa dipertahankan keberadaanya sampai sekakarang ini. Usianya sudah lebih dari 12 abad. Pada tahun 1421 Pemperintah Saudi mempelajari kembali keistimewaan sumur ini agar bisa dimanfaatkan kembali.
Sekarang, siapa gerangan siti Zubaidah itu? Siti Zubaidah nama sebenarnya adalah Amatul Aziz, puteri Ja’far bin Abi Ja’far al Manshur, istri Harun Al-Rasyid, dan juga anak paman Harun Ar-Rasyid. Ia wafat tahun 212 H di kota Bagdad. disaat ia melakukan ibadah haji, kota Makkah mengalami krisis kekurangan air untuk minum jamaah haji. Air susah dicari dan harganya sangat tinggi sulit dijangkau bagi jamaah haji yang sedang membutuhkan air. Dari sini timbul inisiatif baik siti Zubaidah untuk membuat proyek besar yang diperkirakan bisa menelan biaya yang cukup besar,  yaitu membuat saluran saluran air sumbernya diambil dari wadi Nu’man yang kemudian disalurkan ke tempat tempat jamaah haji di Makkah, Arafat, Mina dan Muzdalifah.

Mata air Zubaidah merupakan satu keajaiban yang pernah berlaku dalam sejarah Islam. Tanggul yang dibuat oleh siti Zubaidah di wadi Nu’man ini dulu airnya bisa disalurkan jauh sampai ke Arafah dan Makkah lewat Muzdalifah demi untuk kepentingan jamaah haji. Tentu di zaman itu belum ada pam bahkan listrik pun belum ditemukan atau motor yang bisa mengepam air dari wadi. Yang bisa diandalkan pada saat itu adalah tenaga kuda yang mampu menarik air dari wadi Nu’man lalu disalurkan ke saluran saluran dimana jamaah haji berada. Beliau telah menginfakan sebagian besar hartanya untuk kepentingan jamaah haji di Makkah. Jasanya dalam membangun saluran air yang dibina dari Baghdad untuk jemaah haji tidak bisa dilupakan, sehingga saluran air ini dikenali sebagai “Ain Zubaidah” (Mata Air Zubaidah).

5. Rumah Abbas bin Abdul Muthalib

Rumah paman Nabi saw Abbas bin Abdul Muthalib terletak di tempat Sa’i antara Sofa dan Marwah, temboknya melekat di salah satu batas ”Mailain” yaitu batas dimana para jama’ah haji disunahkan untuk berlari kecil. Batas tersebut sekarang telah ditandai dengan dua garis tanda hijau atau disebut juga “pilar hijau”.  Jika masuk pada batas garis tersebut disunnahkan raml atau harwalah (lari kecil).
Dulu rumah Abbas ra pernah dijadikan rubath untuk orang orang faqir dan diberinama Rubath Al-Abbas dan diberi tanda dengan bendera hijau. Menurut sheikh Taqiyuddin  Al-Fasi rumah ini dulu pernah dijadikan tempat wudhu kemudian dirubah menjadi Rubadh Al-Abbas. Tempat ini sekarang sudah bersatu dengan tempat sa’i dan untuk mengenangnya dibuat sebuah pintu besar masuk ke Masjid dinamakan Pintu al-Abbas.


6. Rumah Siti Khadijah




  
 Arah panah (Rumah Siti Khadijah)                                                Tempat lahir Siti Fatimah
Rumah siti Khadijah terletak di Zuqaq Al-Hajar. Di rumah ini Rasulallah saw hidup berumah tangga bersama siti Khadijah ra, istri beliau yang tidak pernah dimadu, selama 28 tahun dan semua putra putri beliau lahir di tempat ini,  diantaranya Qasim, Abdullah, Ummu Kaltsum, Ruqayah, Zainab dan Fatimah, putri bungsu beliau. Dan rumah itu pula siti Khadijah wafat.
Nabi saw tetap tinggal di rumah ini sampai beliau mendapat perintah dari Allah untuk berhijrah ke Madinah. Menurut Sayyid Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki dari Al-Azraqi rumah ini merupakan tempat yang paling afdhol setelah Masjidil Haram, karena tidak sedikit wahyu turun di tempat ini. Setelah hijrah Nabi saw ke Madinah, rumah siti Khadijah diambil oleh Aqil bin Abi Thalib ra kemudian dijual kepada Muawiyah bin Abi Sufiyan yang pada saat itu menjabat sebagai Khalifah, lalu oleh Muawiyah dibangun Masjid.
 
Pada tahun 1373 H rumah siti Khadijah dijadikan Sekolah Puteri Al-Quran oleh Syeikh Abbas Al-Qattan yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Makkah, sesuai dengan permintaannya kepada pemerintah setempat. Setelah disetuji oleh pemerintah, tempat itu menjadi wakaf yang tidak bisa diperjual-belikan, atau disewakan, tidak bisa berpindah tangan, ditukar atau dipinjamkan. Pada tahun 1401 H, tempat ini kemudian diambil-alih oleh pemerintah dan dibongkar untuk perluasan halaman Masjidil Haram. Pada saat pembongkaran tempat tersebut, ditemukan bekas bekas peninggalan Nabi saw, seperti Mihrab Nabi yang menghadap ke Ka’bah, Bak wudhu Nabi, kamar Nabi, tempat lahir siti Fatimah dll.


Setelah dibongkar rumah ini dijadikan lataran Masjidil Haram yang letaknya sekarang dekat Bab an-Nabi (Pintu Nabi) atau beberapa langkah dari pintu tersebut. Dulu di tempat itu dibuatkan sebuah kubbah kecil yang diberi nama dengan Kubbah Al-wahy artinya kubbah tempat turunya wahyu, karena seringnya wahyu dari Allah turun melalui Jibril as di rumah ini

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tempat Bersejarah di Sekitar Mekkah"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip