//

RUKUN SHALAT (BAG. 4) : RUKUK, I’TIDAL, DAN SUJUD, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII

KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII — FIKIH SHALAT

RUKUN SHALAT (BAGIAN KE-4)
RUKUN KELIMA : RUKUK

Rukuk adalah membungkukkan badan hingga kedua telapak tangan mencapai kedua lutut. Rukuk adalah rukun di dalam shalat berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, dan sujudlah kamu.” (Al-Hajj: 77).

Nabi SAW bersabda kepada seseorang yang beliau ajari shalat:

ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Lalu rukuklah hingga engkau tenang dalam rukuk.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Orang yang tidak mampu rukuk maka cukup menundukkan kepalanya. Jika tidak mampu maka dengan kelopak matanya. Adapun orang yang shalat sambil duduk maka membungkukkan kepalanya hingga sejajar dengan bagian depan lututnya. Namun yang sempurna adalah sampai sejajar dengan tempat sujudnya. Seseorang yang melakukan shalat sunah atau shalat Khauf maka cukup sekedar membungkukkan tubuh saja. 

Rukuk

Syarat-syarat rukuk
Untuk melakukan rukuk yang benar disyaratkan beberapa hal berikut:
1. Rukun-rukun sebelum rukuk harus sah. Jika tidak sah maka seluruh perbuatan selanjutnya tidak dianggap sehingga ia menyempurnakan rukun yang kurang.
2. Ketika membungkuk tidak boleh meniatkan perbuatan selain rukuk, seperti karena takut sesuatu. Karena niat shalat mencakup semua gerakan di dalamnya sehingga jika ia menyimpangkan gerakan bukan untuk shalat maka dianggap tidak sah. Namun jika ia meniatkan rukuk dan sesuatu yang lain maka dibolehkan.
3. Melakukan tuma’ninah di dalamnya, yaitu menenangkan anggota tubuh sehingga tampak terpisah gerakan membungkuk dan gerakan berdiri dari rukuk. Keadaan ini ditaksir seperti waktu yang dibutuhkan untuk mengucapkan tasbih (subhanallah). Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Lalu rukuklah hingga engkau tenang dalam rukuk.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tuma’ninah harus dilakukan secara yakin. Jika seseorang ragu apakah telah melakukannya atau belum maka tidak sah rukuknya.
4. Membungkukkan tubuh sehingga kedua telapak tangannya mencapai kedua lututnya meskipun ia tidak menempelkannya. Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa’idi RA yang menceritakan tata cara Rasulullah SAW melaksanakan shalat: “Jika beliau rukuk maka memantapkan kedua telapak tangannya di kedua lututnya.” (HR. Bukhari).
5. Tidak melakukan inkhinâs, yaitu menekuk lutut sambil menurunkan pinggulnya dan menegakkan tubuh bagian atas seraya membusungkan dada. Perbuatan ini haram dilakukan dalam shalat, dan dihukumi batal dilakukan dengan sengaja.


RUKUN KEENAM : I’TIDAL
I’tidal adalah kembali tegaknya seseorang seperti sedia kala dari posisi rukuk. I’tidal termasuk rukun pendek yang ditetapkan sebagai pemisah antara rukuk dan sujud. Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwa ia menjelaskan cara shalat Nabi SAW: “Bila beliau bangkit dari rukuk maka beliau tidak akan sujud hingga berdiri dengan sempurna.” (HR. Muslim).

Syarat-syarat i’tidal
Syarat melakukan i’tidal ada enam, yaitu:
1. Rukun-rukun sebelum i’tidal harus sah.
2. Ketika bangkit tidak meniatkan selain untuk i’tidal. Jika ia berdiri karena terkejut atau takut, misalnya, maka tidak sah i’tidalnya tersebut.
3. Melakukan tuma’ninah di dalamnya secara yakin.
4. Menegakkan tulang punggunya secara sempurna. Rasulullah SAW kepada seorang yang beliau ajari shalat:

ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا
“Lalu bangkitlah hingga engkau berdiri dengan sempurna.” (HR. Bukhari dan Muslim).

5. Tidak memanjangkan i’tidal dari bacaan yang ditetapkan atau bacaan al-Fatihah. Karena i’tidal adalah rukun pendek sehingga jika dipanjangkan dari batas tersebut maka batallah shalatnya, kecuali i’tidal pada rakaat terakhir karena merupakan tempat berdoa panjang (qunut).


RUKUN KETUJUH : SUJUD DUA KALI.
Sujud adalah meletakkan dahi di tempat shalat. Sujud merupakan rukun shalat yang dilakukan dua kali dalam setiap rakaat. Kewajiban ini berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, dan sujudlah kamu.” (Al-Hajj: 77).

Dan sabda Rasulullah SAW kepada seorang yang tidak bisa melaksanakan shalat:

ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud. Lalu bangkitlah hingga engkau tenang dalam duduk. Lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syarat-syarat sujud
Agar sujud menjadi sah maka terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Rukun-rukun sebelum sujud harus sah.
2. Tidak meniatkan selain untuk sujud.
3. Melakukan tuma’ninah di dalamnya dengan yakin.
4. Meletakkan tujuh anggota sujud di lantai, yaitu dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung kedua telapak kaki. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَاليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ
“Aku diperintah untuk bersujud pada tujuh tulang (anggota badan): pada dahi –seraya menunjuk ke hidungnya–, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung kedua telapak kaki.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud kedua tangan adalah kedua telapak tangan bagian dalam bukan punggung telapak. Dan yang dimaksud ujung telapak kaki adalah bagian dalam jemari kaki, bukan sisi atau punggung jemari.
Serta yang dimaksud menempelkan di lantai adalah menempelkan sebagian dari masing-masing anggota sujud pada lantai bukan keseluruhannya.
5. Dahi yang diletakkan di lantai harus terbuka (tersingkap) meskipun hanya sebagian saja. Diriwayatkan dari Khabab bin al-Arat RA bahwa: “Kami mengeluhkan panasnya terik matahari kepada Rasulullah SAW tetapi beliau tidak memperhatikannya.” (HR. Muslim).
6. Tidak bersujud pada suatu benda yang bergerak dengan pergerakan orang yang shalat, seperti ujung serban atau lengan pakaiannya.
7. Bagian pinggul harus lebih tinggi daripada pundak dan kepalanya sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW.
8. Meletakkan kepala dengan mantap sehingga terlihat beban kepalanya yang sekiranya ia sujud di atas sebuah benda yang lembut, seperti kapas, maka akan menciut. Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa’idi RA ia berkata: “Rasulullah SAW jika bersujud maka memantapkan hidung dan dahinya di tanah.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).

WALLAHU A’LAM

Sumber : http://ahmadghozali.com

abdkadiralhamid@2016

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "RUKUN SHALAT (BAG. 4) : RUKUK, I’TIDAL, DAN SUJUD, KAJIAN FIKIH MAZHAB SYAFII"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip