//

Manaqib Lengkap Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bagian 1)

Bagian ke1
Generasi 25


Tersibaknya Kebingungan dan Kesedihan Dalam Menerangkan Riwayat Hidupnya Penguasa Aden, Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/10/manaqib-lengkap-imam-abi-bakar-al-adeni_13.html

 Masjid di Muhajir,dan sekolah baru yg dibina oleh Habib Abu Bakar Adeni Al-Mashoor



Sekilas Tentang Sejarah Kota Aden

Banyak para ahli sejarah yang mengupas tentang Aden baik dari segi nama ataupun sejarah, diantaranya Syekh Bamakhromah dalam "Sejarah Bandar Aden", Ibnu Al-Mujawir dalam "Sejarah Al-Mustabshir", Al-Hamdani dalam "Al-Iklil" dan Al-Janady dalam "Assuluk".
Di Negeri Yaman banyak kawasan yang bernama Aden, dari kawasan-kawasan tersebut sebagian diantaranya merupakan pemukiman yang masih dihuni dan sebagian lainnya tinggal puing-puing yang tersisa, dari kenyataan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa kata "aden" bukanlah nama satu daerah saja, melainkan suatu daerah yang mempunyai kriteria tertentu hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya daerah di Yaman yang bernama Aden, diantaranya :

1. kawasan utara propinsi Lahaj tepatnya daerah
    yang diapit oleh Lab'us dan Dhali'.

2. sebelah utara kota Radfan terdapat lebih dari
    sepuluh daerah yang bernama "aden" namun
    semuanya mempunyai nama akhiran yang
    berbeda, seperti Aden Hamadah, Aden Ahwar, 
    Aden Gair, Aden Arwad, Aden Ja'syan, Aden
    Assahi, Aden Addaqiq, Aden AlHijal, Aden Al-
    hausyabi, Aden Arrohah.

Jika kita perhatikan secara seksama, kawasan-kawasan yang bernama aden tersebut mempunyai karakter yang sama yaitu kesemuanya merupakan daerah yang jauh dari jalan raya yang sengaja dijadikan sebagai tempat berlindung oleh para penghuninya, dan sebagian daerah aden itu ada yang membentang panjang hingga mencakup beberapa pegunungan yang di bawahnya terbentang Aden Abyan, Udainah Taiz, Udain Attaakur diwilayah propinsi Ibb, dari sekian banyak daerah yang bernama aden adapula yang tinggal nama dan telah ditinggalkan oleh penduduknya, diantaranya Aden Laah di propinsi Hajjah, Benteng Aden di lembah Hadhramaut, Aden Al-Manasib, dan Aden Bani Syabib dipinggiran kota Ibb.

Dari sekian banyak daerah yang bernama aden tersebut terlihat bahwa "aden" identik perkampungan yang damai dan sejahtera, dan sifat-sifat itulah yang terdapat di Aden Abyan tempat tinggal Imam Abi Bakar yang akan kita bahas sejarahnya dalam tulisan ini, dan dewasa ini apabila disebutkan nama aden maka yang dimaksud adalah Aden Abyan.

Ada juga yang mengatakan bahwa nama aden diambil dari nama orang yang pertama kali membuka tempat tersebut yang bernama Aden, kalimat aden juga diambil dari nama Adnan bin Naqsyan bin Ibrahim, menurut versi ini aden adalah berasal dari kata kerja adana yang berarti berdomisili, atau dari kata ma'din yang berarti barang tambang.

Penulis Yaqut Al-hamawy memiliki pendapat lain tentang asal mula nama penamaan aden, menurut dia nama aden tersebut bermula dari perang antara Habasyah dengan Yaman, ketika perahu-perahu mereka tiba di Aden mereka berkata "adwanatan" yang berarti musuh, maka sejak itulah dinamai Aden.

Kota Aden sejak zaman dahulu telah menjadi incaran dan impian penguasa-penguasa yang serakah, wilayah pantai aden selalu disinggahi para tentara penjajah yang ingin menguasai jalur strategis tersebut, dari semenjak zaman kerajaan Saba, Aden sudah mempunyai peran penting dalam dunia perdagangan, karena para saudagar dari Saba dan Himyar menggunakan Aden sebagai jembatan mereka untuk menjalankan perdaganganya dengan orang-orang India dan Mesir.

Peran Kota Aden dalam perdagangan dan juga dalam peperangan tersebut juga dikarenakan letak geografisnya yang begitu strategis karena berada dipertengahan jalan antara samudera Eropa dan India. 
 
Kota Aden semenjak dahulu kala bahkan sebelum islam telah mennjadi perhatian para raja dengan membangun bendungan-bendungan penampung air dan benteng, diantara raja-raja tersebut adalah Sultan Amir bin Abdul Wahab salah satu raja dari kerajaan Ath-Thahiriah, yang mempunyai hubungan erat dengan Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus. Diantara jasa Sultan Amir terhadap Aden adalah waduk bundar yang dikenal dengan nama "Bilyafer" yang mengitari waduk-waduk kecil lainya, selain itu pada tahun 1500 M, Sultan Amir membuat saluran air dari sumur "Mahtha" ke Aden.
Pada tahun 1513 M, datanglah tentara Portugal untuk menjajah Aden, namun saat itu Portugal harus puas dengan kekalahannya oleh tentara Ath-Thahiriah yang saat itu dipimpin oleh Sultan Amir dan Pangeran Marjan. Semenjak itu Aden berdiri tegar setegar para pemimpinnya dan gunung-gunungnya yang menjulang tinggi, hingga tibalah tentara Inggris yang datang pada tahun 1839 M, kedatangan inggris yang berpura-pura meminta ganti atas kapalnya yang tenggelam dan dijarah oleh para kabilah diperairan pantai Abyan, namun Sultan Lahaj (penguasa Aden waktu itu) menunda-nunda ganti rugi tersebut sehingga inggris menyerangnya dan berhasil menguasai Aden pada tanggal 19 januari di tahun yang sama.
Dengan dikuasainya Aden oleh Inggris maka pelabuhan internasional Aden pun menjadi kekuasaannya hingga tibalah revolusi bersenjata yang mampu memukul mundur tentara Inggris sekaligus mengusir tentara penjajah tersebut pada tanggal 30 November 1967 yang sekaligus menjadi hari kemerdekaan Yaman Utara.

Pergolakan politik dan ekonomi serta revolusi bersenjata silih berganti dalam sejarah Aden hingga kemudian tibalah hari persatuan Yaman yang menyatukan semua wilayahnya dan sekaligus mengakhiri semua kekisruhan yang dibawa oleh orang-orang kafir dan komunis dari negeri Yaman. Dengan terciptanya persatuan dan kemerdekaan tersebut maka kembalilah Aden ke pangkuan putra daerah.

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah yang Maha Esa dan hanya kepadaNya-lah tempat bergantung, solawat serta salam semoga dilimpahkan kepada pimpinan putra Adnan, pemimpin para wali dan orang-orang takwa yang menjadi panutan orang-orang yang mendapat petunjuk dengan kesaksian dari Allah SWT dalam firmanya dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:

"Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu".

Junjungan kita Muhammad bin Abdullah sang pembela atas kemuliaan para kekasih Allah sebagaimana yang Ia katakan dari Allah :

"barang siapa yang menyakiti salah satu kekasihku, maka Aku telah mengikrarkan perang dengan dia".

Kemudian akan berkata seorang hamba yang berdosa dan  fakir kepada Allah SWT, Abu Bakar Al-Adeni bin Ali bin Abi Bakar Al-Masyhur Baalawy :

Aku ridlo Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, dan aku berjanji kepada diriku sendiri –sesuai kemampuan- akan berjuang dan mengabdi jalan menuju Allah SWT dengan memperkenalkan diri saya dan generasi saya atas apa saja yang wajib mereka ketahui tentang adab para (syekh) dan kemuliaan amanat yang dipikul oleh manusia-manusia sempurna yang tidak tergiur oleh manisnya dunia (mereka jujur atas apa yang mereka janjikan kepada Allah), janji tersebut merupakan suatu obor yang menerangi orang yang tersesat, memberi petunjuk kepada orang-orang bodoh, serta menjadi dalil kepadaku dalam memberi penjelasan kepada diriku sendiri serta orang-orang sepertiku yang tertipu oleh sebab-sebab kebudayaan atau mereka yang tenggelam dalam keraguan atas atas ahli dzauk dan isyaroh, dan barangsiapa yang tidak mengetahui hak-hak para kekasih Allah maka tidak akan mendapatkan ridlo Tuhannya.
dan kami jelaskan bahwa zaman sekarang ini penuh ketakaburan dan kebohongan atas Allah SWT, dan kita telah mendengar dan membaca penghinaan dan kebohongan atas para kekasih Allah, orang yang busung dianggap gemuk setiap orang mengaku alim dan berani berfatwa, dan telah timbul pula pada zaman ini kekikiran yang diturutkan hawa nafsu yang diikuti, setiap orang merasa bangga akan pendapatnya, orang tidak lagi bisa membedakan antara benar dan salah, atas dan bawah, maka dalam keadaan yang seperti ini tiada lagi tempat kembali kita adalah kitab serta rujukan-rujukan lainnya kita cari di dalamnya tentang hakikat suatu zaman, dan ketetapan-ketetapan islam iman dan ihsan, tentang mereka yang memiliki kedudukan yang tinggi (orang-orang yang ketika mereka melihat maka mereka mengingat Allah, dan ketika mereka berdzikir maka turunlah rahmat yang berlimpah.
Ini adalah suatu keyakinan dari keyakinan, saya sebutkan agar jelas dan menenangkan jiwa yang beriman, dan tujuan saya atas semua itu adalah keridloan Allah SWT dan memelihara sunnah Rasul saw yang bersabda "barangsiapa memlihara sunnahku ketika umat mulai rusak maka dia mendapatkan pahala seratus orang syahid" dan membela para kekasih Allah dari keturunan Nabi saw dan para pengikut dan pecintanya.

Dan tulisan ini merupakan sekelumit riwayat hidup salah satu imam dari keluarga Nabi SAW yaitu Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus bin Syeh Abdurrahman Assegaff.

Silsilah Keturunan Imam Alidrus
Adalah Sayid Syarif Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus bin Abi Bakar Assakran bin Syeh Abdurrahman Assegaff  bin Syekh Muhammad Maula Dawilah bin Syeh Ali Alafif bin Syeh Alawi Algayur bib Syeh Alfaqih Almuqoddam Muhammad bin Syeh Ali bin Syeh Muhammad Shahib Marbath bin Syeh Ali Khali' Qosam bin Syeh Alawi bin Syeh Muhammad bin Syeh Alawi bin Syeh Ubaidillah bin Imam Ahmad Almuhajir bin Imam Isa bin Imam Muhammad bin Imam Ali Al-Uraidli bin Imam Jakfar Ashadiq bin Imam Muhammad Albaqir bin Imam Ali Zaenal Abidin bin Imam Husain Assibti bin Imam Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra putri Rasulullah SAW.

Imam Al-Adeni Simbol Para Wali di Kota Aden

Sesungguhnya daripada hamba-hamba Allah yang shaleh terdapat orang-orang yang jasadnya mati namun seakan masih hidup dan selalu diingat pada setiap saat pada setiap kesempatan, namanya selalu hidup dalam jiwa setiap generasi, hal ini merupakan suatu keistimewaan orang-orang yang melihatnya akan mengingat Allah sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 2 yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakal kepada Tuhannya".

Dan disinilah di kota Aden tepatnya di sebelah barat laut pusat kota Aden berdiri tegar Masjid Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus, Masjid tersebut didirikan oleh Imam Al-Adeni awal kedatangan beliau di kota tersebut pada abad 9 Hijriah, semenjak berdirinya masjid tersebut merupakan tempat berkumpulnya para murid dan pelajar, masjid tersebut mempunyai ciri khas yaitu menaranya yang tinggi dengan desain yang unik selain itu masjid tersebut mempunyai banyak beranda dan kubahnya yang berwarna putih mengkilap. Persis dibawah kubah tersebut terdapat makamnya Imam Al-Adeni, disekitar makam tersebut terdapat juga makam Sayid Ahmad Al-Musawa (putra Imam Al-Adeni), makam Sayid Umar bin Abdullah Alidrus (cucu Imam Al-Adeni) Sayidah Mazinah (putri Imam Al-Adeni) dan selain makam keluarga Imam Al-Adeni di bawah kubah tersebut terdapat juga makam Pangeran Marjan bin Abdullah Adz-dzafiri penguasa Aden yang mempunyai hubungan khusus dengan Imam Al-Adeni, Pangeran Marjan inilah yang membangun Ribat (pondok pesantren) di samping masjid tersebut serta membangun sebuah rumah untuk orang yang menjaga pemakaman Imam Al-Adeni.

Disepanjang harinya masjid dan makam tersebut tidak sepi dari para peziarah dari berbagai daerah baik dari dalam atau pun luar negeri, mereka yang datang memiliki tujuan yang bermacam-macam, ada yang datang untuk sekedar rekreasi melihat saksi bisu sejarah, atau sengaja menelusuri peninggalan-peninggalan pendahulu dalam bidang arsitektur dan dekorasi dan ada pula dari para peziarah tersebut sengaja datang ke makam dan masjid bersejarah tersebut untuk mengingat akhirat dan berdoa kepada ahli kubur.

Dari kenyataan tersebut banyak orang yang bertanya-tanya siapa Alidrus itu? Apa sebabnya dia mendapat kedudukan dan kehormatan seperti itu, kenapa pula tempat peristirahatan dan masjid yang dibangunnya merupakan tempat yang diagungkan dan dihormati?

Merupakan suatu kenyataan yang terlupakan oleh kebanyakan orang yang menjadi korban media informasi, bahwa setiap periode sejarah tentunya memiliki seorang tokoh, dan setiap tokoh tentunya mempunyai lambang dan ciri tersendiri, ciri-ciri itu sekarang sudah punah yang tertinggal hanyalah peninggalan berupa bangunan ataupun pakaian, hal tersebut merupakan suatu bukti akan penghianatan terhadap tokoh-tokoh sejarah, dan hal yang sangat disayangkan sekali penghianatan dilakukan turun temurun dari generasi kegenerasi, oleh sebab itu merupakan suatu kewajiban atas kita untuk mengungkap hakikat yang telah terkubur oleh debu-debu penghianatan yang begitu tebal menutupi kenyatan sejarah para tokoh ulama yang telah membawa umat ini ke puncak kejayaan, adapun bangunan dan gordeng-gordeng yang dipasang rapi menutupi pemakaman para tokoh tersebut hanyalah bagian kecil dari bukti-bukti dan lambang sejarah dari para tokoh tersebut, hal tersebut terjadi karena generasi yang dating setelah para tokoh tersebut tidak bisa menelusuri jejak mereka, maka untuk menghormati dan mengenang mereka dibuatlah hiasan-hiasan dan wangi-wangian tersebut sebagai tanda kebanggaan dan pujian dari mereka.

Diantara sekian tokoh itu adalah Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus, bbeliau dikenal dengan julukan Alidrus diambil dari ayahnya juga dikenal dengan panggilan Al-Adeni karena beliau tinggal di Aden dan meninggalpun disana.

Kelahiran dan Pertumbuhan Imam Al-Adeni

Imam Al-Adeni dilahirkan pada awal abad ke-9 Hijriah atau tepatnya pada tahun 851 H, bertepatan dengan 1432 M. Ada juga yang mengatakan bahwa kelahirannya adalah pada 852 H, adapun kota tempat dilahirkannya Imam Al-Adeni adalah kota Tarim, salah satu pusat keagamaan di propinsi Hadhramaut. Imam Al-Adeni tumbuh dalam naungan dan perhatian dari ayahandanya Imam Abdullah Alidrus, serta pamannya Imam Ali bin Abi Bakar Assakran dan Syeih Alwali Saad bin Ali AMdzhij, ketiga imam inilah yang berperan penting dalam membangun jati diri Imam Al-Adeni, maka sauatu hal yang wajar kalau dalam usia yang masih belia, Imam Al-Adeni sudah hafal Al-qur'an, bahkan lebih dari itu beliau diebri futuh oleh Allah dalam memahami isi dan kandungan Al-qur'an, dikisahkan bahwa ayahandanya berpesan kepada guru ngaji yang mengajar dia membaca Al-qur'an agar bersikap lembut dan jangan membentaknya apalgi sampai memberikan hukuman kepadanya.

Dan hal yang menakjubkan dalam perlakuan Imam Abdullah Alidrus terhadap putranya adalah beliau selalu membawa serta Imam Al-Adeni dalam halaqoh Qur'an, dan ketika tiba gilirannya untuk membaca maka dibiarkannya membaca sendiri tanpa ada yang menegur ataupun menyalahkanya walaupun keliru ataupun salah, dan terkadang ketika dia membaca sengaja membaca dengan salah untuk meyakinkan ataupun pindah dari satu surat ke surat yang lainnya ketika ada ayat yang serupa, tetapi tetap didiamkan tidak dibetulkan oleh ayahnya ataupun para
peserta halaqoh lainnya sehingga dengan sendirinya Imam Al-Adeni mengulangi bacaanya yang keliru dan membetulkannya.

Pada usia yang masih belia itu beliau sudah diarahkan oleh ayahandanya untuk mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dari ilmu bahasa arab, hadits, tafsir, fiqih dan sebagianya, selain itu ayahandanya selalu mendorongnya agar rajin mutolaah dan murojaah sehingga dengan dorongan dari ayahandanya tersebut Imam Al-Adeni menjadi hobi membaca dan mutolaah kitab-kitab yang memenuhi perpustakaan pribadi ayahnya, namun bukan berarti beliau bebas membaca semua kitab-kitab yang ada diperpustakaan tersebut, Karena ayahandanya selalu memantau apa saja yang beliau baca, tentang hal itu Imam Al-Adeni mengungkapkan "seingatku ayah tidak pernah membentak atau memukulku, keculai satu kali ketika beliau melihat aku memegang kitab "Al-Futuhat Almakkiyah" karangan Ibnu Arobi, beliau sangat marah dan dari detik itu aku tidak pernah lagi memegang kitab tersebut". Beliau juga berkata "Ayah melarangku untuk membaca kitab Al-Futuhat dan Al-Fusul  keduanya karangan Ibnu Arobi, tetapi disamping itu ayah juga menyuruhku untuk berbaik sangka atas isi kitab tersebut, dan tentang isi kitab tersebut beliau berkata bahwa kitab-kitab tersebut mengandung hal-hal yang tidak difahami oleh orang-orang yang masih rendah, kitab-kitab tersebut hanya untuk dibaca oleh kalangan yang sudah tinggi".

Domisili dan Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni.

Imam Abu Bakar bin Abdullah Alidrus semenjak dilahirkan tinggal di kota kelahirannya Tarim Hadhramaut, dan selama 38 tahun beliau tidak keluar dari Hadhramaut. Namun setelah ayahnya wafat beliau mulai mengadakan perjalanan ke kota Syihir meneruskan jejak ayahnya ziaroh Syeh Saad bin Ali Adzafari Asyihri. Selain ziaroh ke Syihir Imam Abu Bakar dalam rangka meneruskan jejak ayahnya, beliau juga ziaroh ke Doan dan Gidun tempat makomnya Syeh Said bin Isa Al-Amudi, selain itu beliau juga dengan rutin melakukan ziaroh ke makam Nabi Hud Alaihi Salam.

Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni ke Haromain
Imam Abu Bakar Al-Adeni melakukan perjalan ke Haromain sebanyak dua kali, perjalanan pertama dilakukan pada tahun 880 H, adapun perjalanan beliau ke Haromain yang kedua kalinya adalah pada tahun 888 H, dan dari Makkah beliau menuju Zaila' (ibu kota Somalia pada masa itu), penguasa Somalia pada waktu itu adalah Muhammad bin Atik yang mempunyai hubungan erat dengan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan bahwa sepulangnya dari Haromain beliau berdomisili di Aden.

Tentang perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni tersebut di bahas secara terperinici oleh Syeh Umar Bahraq dalam kitabnya "Mawahibul Qudus", Dikisahkan bahwa ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni berniat untuk melakukan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, beliau meminta izin ibunya Syeikhah Aisyah binti Umar Muhdlor, namun ketika beliau masuk kepada sang bunda melihat wajahnya sedih seakan-akan keberatan untuk ditinggalkan oleh sang putra, mengetahui ibunya keberatan dengan kepergiannya maka Imam Abu Bakar berencana akan membatalkan kepergiannya ke Tanah Suci, melihat gelagat akan batalnya keberangkatan putranya ke Tanah Suci sang ibu berkata kepada Imam Abu Bakar "Berangkatlah ibu akan bersabar dengan perpisahan denganmu" mendengar ibunya berkata seperti itu Imam Abu Bakar berkata " Saya takut kalau ananda berangkat ke Tanah Suci tidak akan bertemu dengan ibu lagi", sang ibu menjawab "kamu tidak akan menghadiri kematianku" bagaimana itu bisa terjadi ? Tanya Imam Abu Bakar kepada sang ibu, "Sesungguhnya aku telah bermimpi seakan-akan aku masuk surga, dan ibu bertanya dimana anakku? Kemudian ada yang menjawab, anakmu ada di Zaila', ibu yakin arti mimpi tersebut adalah ibu akan meninggal ketika kamu ada di Zaila'. Dan hal itu lah yang kemudian hari terjadi, sang ibu meninggal dunia ketika beliau berada di Zaila' setelah menunaikan ibadah haji.

Imam Abu Bakar Berdomisili di Aden

Ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni meninggalkan Hadhramaut untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, dalam perjalanan yang didampingi oleh sepupunya Syeh Abdurrahman bin Ali ini beliau melewati beberapa kota, seperti Aden, Zabid, Bait Alfaqih, Almurawa'ah dan bertemu dengan para ulama dan muhadits serta para wali di kota-kota yang beliau lewati, dan setelah keduanya melaksanakan ibadah haji, Imam Al-Adeni melanjutkan perjalanannya ke Zaila' untuk menemui penguasa Zaila' Muhammad Atiq, karena antara beliau dan Sultan Muhammad Atiq sudah saling mengenal pada waktu Imam Abu Bakar menjalankan ibadah haji yang pertama kalinya pada tahun 880 H.

Ketika beliau berada di Zaila', sampailah kabar tentang meninggalnya sang Ibu, Aisah binti Syeh Umar Al-Mudlor. Mendengar berita tersebut Imam Abu Bakar merasa sedih dan terpukul dan teringat akan mimpi sang ibu yang diceritakan sebelum beliau pergi menunaikan ibadah haji.

Selang beberapa lama beliau melanjutkan perjalanannya ke Hudaidah melalui jalan laut, dan dari Hudaidah beliau melanjutkan perjalanannya ke Taiz pada tahun 889 H, dan ketika itu beliau berniat akan meneruskan perjalanannya ke Syihir, dan merupakan suatu kebetulan bahwa kedatangan Imam Abu Bakar ke Taiz bersamaan dengan berkumpulnya masyarakat setempat untuk melayat dalam kematian Syarif Sirojuddin Umar bin Abdurrahman, yang meninggal pada bulan Ramadlan 888 H, mengetahui kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka orang-orangpun berdatangan kepada beliau untuk melayat atas meninggalnya sang ibu, selain itu datangnya juga surat dari para ulama di Aden yang menyatakan keinganan mereka untuk datang ke taiz guna melayat beliau atas meninggalnya sang ibu, maka beliau menjawab bahwa beliau akan ke Aden, dan ketika beliau diperjalanan dan tiba di Al-Hautah (ibu kota Lahaj) beliau mengutus seorang utusan guna memberi tahukan warga Aden akan kedatangan beliau, mendengar akan kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka para ulama serta pembesar dan masyarakat umum berkumpul untuk menyambut kedatangan Imam Abu Bakar di kota Aden yang bertepatan pada tanggal 13 Rabiutsani tahun 889 H.   

Pada kesempatan itu beliau menerima takziah dari para pelayat yang datang berbondong-bondong, mereka yang dating selain mempersembahkan takziah juga memohon doa dari Imam Abu Bakar, dengan pertemuan itu Allah menebarkan rasa cinta dan ikatan batin di hati para penduduk Aden terhadap Imam Abu Bakar Al-Adeni, oleh sebab itu mereka meminta kepada Imam Abu Bakar agar menetap di Aden, mendapat permintaan seperti itu Imam Abu Bakar
kemudian melakukan shalat istikhoroh untuk meminta petunjuk dari Allah SWT, setelah melakukan istikhoroh maka Allah memberikan petunjuk kepada Imam Abu Bakar untuk tinggal menetap di kota Aden hal tersebut sesuai dengan isyarat pamannya Syeh Ali bin Abi Bakar Assakran ketika beliau masih muda yang mengatakan bahwa Imam Abu Bakar akan menetap di kota Aden dan akan meninggal disana pula, maka hal itupun menjadi kenyataan dengan memilihnya Imam Abu Bakar Al-Adeni untuk berdomisili di Aden hingga datang waktunya beliau dipanggil menghadap Allah SWT, pada bulan Syawal tahun 914 H.

Disebutkan dalam kitab "Tarikh Syihir" bahwa setelah Imam Abu Bakar wafat, Sultan Amir bin Abdul Wahab membangun kubah diatas makam Imam Abu Bakar Al-Adeni, dan setelah itu Pangeran Marjan Adz-zafiri membangun sebuah bangunan ribat dan rumah yang dihususkan bagi orang yang menjaga dan memelihara komplek pemakaman Imam Abu Bakar Al-Adeni dan kemudian Syeh Muhammad bin Abdul Malik membangun balkon yang melingkari pemakaman.

Keadaan, Kebiasaan dan Sebagian Sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni

Imam Abu Bakar Al-Adeni  sejak kecil sudah membiasakan dan menghiasi diri dengan kebiasaan dan sifat-sifat terpuji, maka bukan suatu hal yang aneh kalau beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya, sejak kecil beliau membagi waktunya antara perbuatan taat kepada Allah SWT, mencari dan hidmah kepada ilmu, menyebarkan dakwah islamiah, berkumpul dengan orang-orang shalih, zikir kepada Allah, membaca Al-qur'an, membaca wirid-wirid, serta membantu kedua orang tuanya, dan tidak ada waktu kosong kecuali beliau gunakan untuk mutola'ah kitab. Adapun prilakunya terhadap orang lain, beliau sangat penyayang terhadap orang-orang awam terutama mereka yang sering datang menghadiri majlisnya, dan memperlakukan mereka dengan sopan dan halus serta selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan, tentang hal itu beliau berkata : "Sesungguhnya aku merasa lega ketika melihat seseorang yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk menjalankan kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa besar, dan sebaliknya yang membuatku resah dan aku berusaha semampuku untuk meluruskan mereka yang terjebak dalam lautan dan dosa dan perangkap syetan".

Oleh karena itu setelah beliau menetap di kota Aden, setiap malamnya beliau mengumpulkan para pengikutnya terutama mereka yang diketahui setelah pulang dari majlisnya biasa melakukan maksiat, maka dengan sengaja beliau menahan mereka semalaman untuk berdzikir bersama dan membaca Al-qur'an hingga menjelang waktu subuh, setelah selesai berjamaah salat subuh barulah mereka diizinkan pulang setelah sebelumnya masing-masing diberikan upah sesuai upah kerja mereka selama sehari, hal tersebut beliau lakukan terhadap pengikutnya supaya mereka terbiasa menjalankan taat dan jauh dari kemaksiatan.

Diantara sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni adalah beliau selalu berlemah lembut dan penyayang terhadap orang muslim yang sedang bersedih hati, beliau selalu berusaha menghibur dan tidak pernah menakut-nakuti mereka dan memberikan mereka pengharapan agar tidak putus asa, karena beliau tahu bahwa rahmat Allah SWT sangat luas, Imam Abu Bakar juga memiliki semua sifat terpuji seperti sifat malu, menjaga harga diri dan zuhud terhadap dunia serta selalu berpegang
teguh terhadap Qur'an dan Hadits, dan memerintahkan kepada pengikutnya untuk mengikut jejak beliau dalam hal itu, beliau juga sangat menjauhi dari pembicaraan yang tidak berfaidah seperti pembicaraan tentang pertentangan antara Sahabat Nabi RA.

Beliau juga memiliki hati yang sangat lembut, hingga beliau sering sekali menangis ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-qur'an yang menerangkan tentang ancaman dan siksaan, sebaliknya beliau terlihat ceria dan senang ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Qur'an yang menerangkan tentang janji-janji pahala, beliau heran jika melihat orang yang tidak terpengaruh oleh ayat-ayat ancaman dan siksaan dan berkata "Ketika hati seseorang telah dikuasai oleh hawa nafsu maka ancaman-ancaman tersebut akan menjadikan dia semakin menjauh".

Penulis kitab "Mawahib Al-Quds" menceritakan tentang kedermawanan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan pada sautu kesempatan terjadilah pembicaraan tentang Imam Abu Bakar Al-Adeni di hadapan Sultan Abdullah Al-Katsiri, dalam kesempatan itu salah satu hadirin ada yang berkata kurang baik tentang Imam Abu Bakar, mendengar hal seperti itu Sultan menegur orang tersebut seraya berkata : "Aku bersaksi bahwasanya Imam Abu Bakar adalah pemimpin pada zamannya, karena seorang pemimpin di dunia adalah mereka yang dermawan, dan aku tidak mengetahui di muka bumi ini orang yang lebih dermawan dari Imam Abu Bakar".

Permulaan Imam Abu Bakar tinggal di Aden beliau menempati sebuah rumah dipinggiran laut di kota Aden, hingga ketika selesai pembangunan Masjid pada tahun 890 H, bertepatan dengan 1470 M, pindahlah beliau ke dekat masjid tersebut, semenjak itulah rumah dan masjid yang barusan selesai dibangun itu menjadi tempat berkumpulnya para tamu dan para penuntut ilmu.

Ahwal Imam Abu Bakar Al-Adeni

Ketika Syeh Abdulatif bin Ahmad Az-Zabidi ditanya tentang ahwal Imam Al-Adeni, beliau menjawab : "Yang aku yakini tentang Imam Al-Adeni beliau adalah sang penguasa waktu, dan pembicaraan tentang ahwalnya sangat panjang sekali, tetapi tujuan dari semua itu adalah untuk menghilangkan keraguan dengan kesaksian dari orang-orang yang memiliki mata hati dan kesempurnaan".

Syeh Muhammad bin Umar Bahraq Al-Hadhrami dalam kitab "Mawahib Al-Quds" halaman 14, mengatakan :"Aku sempat bertanya-tanya tentang beberapa hal yang dilakukan oleh Imam Abu Bakar dan tidak bisa diterima oleh akal pikiranku yang dangkal, namun dengan taufik dari Allah SWT, hal tersebut aku tanyakan kepada para masyayeh, dan jawaban dari mereka semua menyuruhku untuk taslim dalam yakin bahwa Imam Abu Bakar memiliki maqom yang tinggi dan beliau diberi hidayah oleh yang Maha Tau, diantara para masyayeh tersebut adalah Syekhina Alfaqih Alalim Alarif billah Muhammad bin Ahmad Bajarfil Addoani, aku bertanya kepada beliau tentang muamalah Imam Abu Bakar menyangkut harta yang berada dalam genggaman beliau, tapi beliau mengeluarkan harta tersebut tidak pada tempat yang selayaknya, ketika itu Syeh menjawab :"Aku bersaksi bahwa Imam Abu Bakar adalah Amirulmu'minin yang mempunyai hak untuk mengangkat atapun mencopot seseorang dan lain sebagainya. Pernah juga aku bertanya kepada Sayidina Syeih Syarif Badrudiin Al-Husain bin Ashidik bin Al-Husain Al-Ahdal, tentang ahwal Imam Abu Bakar Al-Adeni yang tidak bisa dipahami oleh akal pikiranku yang dangkal, beliau menjawab:
"Biarkanlah dibelakang tirainya, karena jika hal itu memancar niscaya akan terbakar ala mini, tidak kah kamu ketahui bahwa kita ini hanya bisa berdiri didepan pintu dan puas dengan menciumi daun pintunya".

Kita akhiri pembahasan tentang ahwal Imam Abu Bakar dengan pernyataan seorang muridnya Syeh Abdulatif Bawazir tentang sifat-sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni dalam pembukaan diwan "Mahajatussalik", :
Syeihina adalah orang yang paling baik (pada zamannya) budi pekertinya, orang yang paling baik pembicaraanya, luas ilmu pengetahuannya, mempunyai kesabaran yang sangat tinggi, pemahamannya sangat mendalam, pendapatnya sangat tajam, beliau sangat arif dan bijak tidak pernah mengingat atas kesalahan orang kepadanya, membalas perbuatan zalim dengan kebaikan, menerima hadiah walaupun sedikit serta membalasnya, memaafkan kesalahan orang walaupun besar tanpa meminta balasan, menyambung tali silaturrahim, menanggung para anak yatim, mencintai orang-orang miskin, sangat senang bersedekah, beliau sangat menyukai kebaikan dan memerintahkannya dan sebaliknya sangat membenci kejahatan dan melarangnya, sangat memuliakan tetangga, dan tamu yang datang kepadanya, sangat mencintai syariah dan membelanya serta memrintahkan pengikutnya untuk tunduk dan mengamalkannya, selalu bersyukur baik dalam keadaan senang maupun susah. Kesabarannya sangat menakjubkan, kebaikannya sangat dekat, prilakunya selalu melawan hawa nafsu dan syetan dan mencari keridloan Allah, yang aku sebutkan ini tidak ada sepersepuluh dari sifat-sifat baiknya beliau, apa yang aku tulis ini hanya seperti yang dikatakan dalam syair :

جمعت له وصفا على حسب طاقتي    وما أنا إلا باليسير لجامع

Artinya : Aku telah menyebutkan sifat-sifat baiknya semampuku, tapi walau begitu aku hanya bisa menyebutkan sebagian kecilnya saja.

Adapun bisyaroh dan isyaroh yang menunjukkan tentang keutamaan dan maqom Imam Abu Bakar Al-Adeni sangat banyak dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab sejarah, dianatara bisyaroh tersebut adalah sebagaimana dikatakan dalam kitab "Al-Iqdu Annabawi" :Alfaqih Abdurrahman Bawazir berkata, ketika suatu waktu kami sedang duduk dengan ayahnya Imam Abu Bakar (sebelum  dilahirkan), tiba-tiba beliau berseru "الله أكبر" sebanyak tiga kali, maka aku bertanya kepada beliau, ada apa? Beliau menjawab aku telah dikarunia seorang anak yang memiliki kewalian dan kemuliaan. Dan pada suatu malam ketika beliau dating halnya, berkata : "Akan lahir dan tampak bulan yang sempurna, yang mempunyai amal-amal yang terpuji serta maqom yang tinggi, dan pada hari itulah dilahirkan Imam Abu Bakar.

Suatu ketika penguasa Tarim Sultan bin Duwes sedang bertamu ke Syeh Abdullah bin Abi Bakar Alidrus, sedangkan putranya (Abu Bakar) sedang memainkan jenggot beliau, maka sang sultan bertanya apakah tuan menyayangi putra tuan ini? Syeh Abdullah menjawab, tentu saja aku menyayanginya bagaimana tidak, Karen ketika putraku ini dilahirkan aku mendapat gambar gembira bahwa aku dikarunia seorang putra yang memiliki kewalian.

Bersambung................






 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manaqib Lengkap Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus (Bagian 1)"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip