//

MELURUSKAN NIAT



Bagi seorang salik atau murid (orang yang berusaha mencapai derajat kedekatan kepada Allah), niat merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap langkahnya. Niat merupakan penentu diterima atau tidaknya amal-amal yang ia lakukan. Rasulullah SAW menegaskan:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّماَ لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat. Dan sesungguhnya seorang mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karenanya, janganlah engkau melakukan suatu perbuatan atau mengucapkan sebuah kata kecuali dengan niat mendekatkan diri dan mengharapkan pahala dari Allah SWT.

Ketahuilah bahwa beribadah kepada Allah tidak dibenarkan kecuali sesuai dengan syariat Allah yang disampaikan melalui Nabi-Nya Muhammad SAW.

Kejujuran seorang dalam niatnya akan terbukti dalam amal yang ia lakukan. Jika seorang menuntut ilmu, misalnya, dengan niat akan mengamalkan dan mengajarkannya, lalu setelah tercapai ilmunya ia tidak melakukan apa yang diniatkan padahal mampu untuk itu maka niatnya tidak jujur.

Niat tidak berpengaruh pada kemaksiatan. Jika seorang membiarkan orang lain menggunjing dengan niat tidak ingin menyinggung dirinya dan membuat senang hatinya maka orang tersebut dianggap sebagai pelaku gunjing juga. Begitu juga, orang yang membiarkan kemungkaran padahal ia mampu merubahnya dengan alasan tidak ingin menyakiti hati pelakunya maka ia akan mendapatkan dosa yang sama.
Bisa saja berkumpul pada satu perbuatan beberapa niat. Orang yang melakukan itu akan mendapatkan pahala dari setiap niat yang ia nyatakan. Misalnya, seorang membaca Alquran dengan niat bermunajat kepada Allah, mempelajari ilmu-ilmu yang dikandung Alquran, mentadaburi kekuasaan Allah, dan lain sebagainya.

Begitu pula, beberapa niat ini bisa berkumpul pada sebuah perbuatan bukan ibadah, seperti makan, tidur, berjalan, dan lain sebagainya. Misalnya, seorang makan dengan niat mengamalkan perintah Allah yang berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (Al-Baqarah: 172). Juga berniat agar menjadi kuat dalam beribadah kepada-Nya, berniat bersyukur setelah makan nikmat tersebut, dan lain sebagainya.

Niat memiliki dua makna:
1. Niat dalam arti tujuan yang membuat seseorang melakukan perbuatan tertentu. Misalnya, niat mendapatkan keridhaan Allah lalu ia beribadah karenanya. Niat dalam makna ini, umumnya, lebih baik dari perbuatan itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda:

نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
“Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya.” (HR. Baihaqi dan Thabrani).

2. Niat dalam arti tekad dan keinginan melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang berniat melakukan shalat di masjid atau berniat akan bersedekah kepada fakir miskin. Niat dalam makna ini tidak lebih baik dari amal. Tetapi seorang yang telah berniat itu tidak lepas dari tiga keadaan:
  • Berniat lalu berbuat, maka ia mendapatkan pahala dari niat dan amalnya. Inilah yang terbaik.
  • Berniat tapi tidak berbuat padahal ia mampu. Ia hanya dapat pahala dari niatnya saja jika niat itu baik.
Dua keadaan ini sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِئَةِ ضِعْفٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan. Lalu menjelaskan: barang siapa berniat satu kebaikan tapi tidak melakukannya maka Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat kebaikan itu lalu mengamalkannya maka Allah mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan. Jika ia berniat satu keburukan tapi tidak melakukannya maka Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan sempurna. Dan jika ia berniat melakukan keburukan itu lalu mengamalkannya maka Allah mencatatnya dengan satu keburukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Berniat melakukan sesuatu yang ia tidak mampu melakukannya. Sehingga ia berniat melakukan sesuatu itu jika mampu, seperti jika seorang berniat sedekah jika memiliki harta. Maka ia mendapatkan balasan baik atau buruk sesuai perbuatan yang ia niatkan tersebut meskipun belum mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Abu Kabsyah al-Anmari RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثاً فَاحْفَظُوْهُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Aku sebutkan sebuah ucapan maka jagalah: ‘Sesungguhnya dunia ini milik empat orang. (Pertama) Seorang hamba yang diberi Allah harta dan ilmu lalu ia bertakwa kepada Allah dalam pemberian itu. Ia menyambung silaturahmi dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Inilah derajat terbaik. (Kedua) seorang hamba yang diberi ilmu tapi tidak diberi harta, ia berkata dengan niat yang tulus (jujur): ‘Jika aku punya harta maka aku akan melakukan seperti yang dilakukan si fulan.’ Ia berbuat dengan niatnya sehingga pahala kedua orang itu sama. (Ketiga) seorang hamba yang diberi Allah harta tapi tidak diberi ilmu, lalu ia terperosok dalam hartanya tanpa ilmu dan tidak bertakwa kepada Allah dalam hartanya. Ia tidak menyambung silaturahmi dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya. Inilah derajat paling buruk. (Keempat) seorang hamba yang tidak diberi harta dan ilmu, ia berkata: ‘Jika aku memiliki harta maka aku akan melakukan seperti yang dilakukan si fulan.’ Ia berbuat dengan niatnya sehingga dosa keduanya sama.” (HR. Tirmidzi).

Walllahu a’lam

Disarikan dari kitab Risalah Mu’awanah karya Qutbul Irsyad al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad

abdkadiralhamid@2016

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MELURUSKAN NIAT"

Post a Comment

Silahkan komentar yg positip